Arthur langsung mematikan teleponnya begitu suara Seraphina terdengar dari seberang sana. Rahangnya mengatup erat, dan tanpa berpikir panjang, ia melemparkan ponselnya ke sofa dengan kasar. "Sialan!" umpatnya. Dadanya naik turun dengan napas yang tersengal marah. Tangannya mengepal erat di kedua sisi tubuhnya, sementara pikirannya berputar-putar dengan emosi yang tak terbendung. "Di sini gue lagi susah payah cari cara buat bertahan, sedangkan mereka berdua .…" Arthur menggertakkan giginya, matanya memerah oleh amarah. "Mereka malah enak-enakan!" Ia mengacak rambutnya dengan frustasi. Bayangan Seraphina yang dulu selalu menghindar darinya, yang selalu berpura-pura tak mau disentuh, kembali memenuhi kepalanya. "Dulu waktu sama gue, dia selalu jual mahal. Dia selalu menghindar, nggak mau