Arthur baru saja pulang ketika mendapati Bramansyah duduk di ruang tamu dengan ekspresi berat. Ayahnya tampak lelah, tetapi bukan kelelahan fisik—lebih seperti seseorang yang sudah kehilangan kesabaran dan kesanggupan untuk peduli. Arthur melepas jasnya dan berjalan mendekat. "Ayah kenapa?" Bramansyah tidak langsung menjawab. Dia hanya menatap ponselnya, kemudian mendesah pelan. "Tadi Ayah ngomong siapa yang b******k?" Arthur bertanya lagi, mengingat gumaman ayahnya barusan. "Temanku." Jawaban Bramansyah terdengar malas. "Kerjaannya nggak beres." Arthur merasa ada yang janggal dari jawaban itu. Tapi sebelum ia sempat bertanya lebih lanjut, ponsel Bramansyah kembali bergetar, menerima pesan baru. Bramansyah membuka pesan itu. Sebuah video. Dikirim oleh orang yang ia tugaskan untuk m