Arthur menatap ayahnya dengan raut wajah tegang. Pertanyaan yang sejak tadi memenuhi kepalanya akhirnya ia lontarkan. "Maksud Ayah apa tadi? Kenapa Ayah bilang saham perusahaan sudah bukan milik Ayah lagi?" tanyanya tajam. Bramansyah, yang sedang menyesap kopinya, menatap putranya dengan tenang. Ia meletakkan cangkirnya ke meja dan menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Aku akan segera bercerai dari ibumu," kata Bramansyah dengan nada santai, seolah itu bukan hal besar. "Dan aku sudah menemukan wanita yang tepat untuk menjadi pendamping hidupku. Seorang wanita yang setia, tentu saja tidak seperti ibumu yang tukang selingkuh." Arthur langsung melotot. Ia benar-benar tidak menyangka ayahnya akan menikah lagi. "Apa? Ayah bercanda? Setelah bercerai dari Ibu, Ayah benar-benar mau menikah lagi? Bu