Langit mendung menaungi halaman depan rumah mewah milik Bramansyah dan Seraphina. Angin sore bertiup pelan, membawa hawa dingin yang tak hanya menyentuh kulit, tapi juga hati siapa pun yang berdiri di bawahnya. Di tengah halaman yang rapi, tampak seorang perempuan berlutut dengan tubuh bergetar, rambutnya berantakan tertiup angin, dan wajahnya basah oleh air mata. "Luna?" Bramansyah menatap sosok itu dari anak tangga teras rumahnya. Di sampingnya, Seraphina berdiri dengan ragu, matanya mengamati perempuan yang dulu pernah menjadi istri dari suaminya itu. "Aku mohon ...," suara Luna bergetar, lemah dan putus asa. "Aku tahu aku sudah banyak salah, aku sudah mengkhianatimu, aku tahu, tapi aku benar-benar sudah nggak punya siapa-siapa lagi, Bram ...." Bramansyah menarik napas panjang, matan