Arthur duduk di sofa dengan wajah masam, satu tangannya mengusap wajahnya dengan kasar. Amarah dan rasa frustasi bercampur aduk dalam dirinya, membuat dadanya terasa sesak. Di depannya, Luna duduk dengan ekspresi tak kalah muram. "Jadi, kamu benar-benar melihatnya sendiri?" Luna bertanya dengan nada dingin. Arthur mengangguk, rahangnya mengeras. "Iya, Bu. Aku melihatnya dengan mataku sendiri. Seraphina duduk di pangkuan Ayah, mereka berciuman tanpa rasa malu sedikit pun." Dia mengepalkan tangannya erat. "Aku benar-benar nggak habis pikir. Apa dia nggak punya harga diri? Setelah putus dariku, dia malah berakhir di pelukan Ayahku sendiri?" Luna mendesah panjang, tangannya meremas rambutnya yang tertata rapi. "Aku benar-benar nggak mengerti jalan pikiran perempuan itu. Tadinya, kita seharu