“Nanda!” Lia memekik kaget. Pupil matanya bergerak naik turun, memperhatikan dengan seksama pria di hadapannya. “Nggak mungkin lo Nanda,” gumamnya tak percaya. Arya tertawa pelan. “Kenapa nggak mungkin?” “Seinget gue Nanda yang gue kenal tuh rada cupu, nggak sekeren… eh?!” Lia melotot, menutup mulutnya dengan kedua tangan. “Oh, sekarang gue udah keren ya?” goda Arya, tatapannya lurus ke arah sang dara. Ekspresinya terlihat tenang meski sebenarnya jantungnya sudah belingsatan dipuji keren oleh wanita yang ia suka. “Ih, bukan gitu! Pokoknya lo beda daripada yang dulu gue kenal!” Lia memalingkan wajahnya yang memerah karena malu. Arya tak tega hendak menggoda gadis itu lagi, maka ia menyodorkan air mineral sembari menunggu pesanan mereka datang. Tadi, untuk mengakhiri keributan, Arya men