Sore hari di Braga, pemandangan yang amat menakjubkan bertahta. Seorang wanita dengan pakaian kasual dan rambut yang dibiarkan tergerai tampak berjalan di sepanjang trotoar Jalan Braga. Kepalanya menoleh ke sana ke mari, bibirnya melukis senyum hingga menampilkan lesung di pipi. Sorot matanya memancar rindu yang terpendam atas tanah kelahirannya ini. Yang lima tahun terakhir belum ia kunjungi sama sekali. Angin bertiup semilir, menerbangkan anak rambut wanita itu. Ia menyugar rambutnya, memperbaiki letak helaian surai legamnya yang indah. Wanita itu tetap tersenyum, berhenti menatap lukisan yang terpajang di dinding sebuah bangunan. Ia mengamatinya sejenak, seorang pria yang ia duga sebagai pelukisnya menghampiri. “Mau beli lukisan, Teh?” ujarnya sambil tersenyum ramah. “Ini siapa yang