Satu jam berlalu, suasana menjadi lebih cair. Mereka berdua mulai bercanda tentang dosen pembimbing yang killer dan masa depan yang penuh ketidakpastian. Pukul sepuluh malam. Axel sudah mulai menguap dan mengusap mata. “Kayaknya otak ku udah pindah ke dengkul deh, Na,” keluh Axel, menyandarkan punggungnya ke kursi kulit yang empuk. “Kita istirahat sebentar ya? Gue ambilin snack.” “Nggak usah, Xel. Aku bawa granola bar kok. Kamu minum air putih aja biar nggak dehidrasi.” Luna tersenyum, berterima kasih dalam hati karena Axel tidak meninggalkannya sendirian. Tepat saat itu, pintu ruang belajar yang sedikit terbuka diketuk pelan. Deg. Jantung Luna serasa berhenti berdetak. Hayes berdiri di ambang pintu. Ia mengenakan celana lounge berwarna gelap dan kaus abu-abu. Rambutnya tampak

