Tristan duduk di pinggir ranjang sambil menggenggam tangan Alena yang sedang bersandar dengan bantal di punggungnya. Perut Alena sudah terlihat begitu besar, pertanda waktu kelahiran sudah dekat. Pria itu tampak gelisah, mengusap jemarinya sendiri sebelum akhirnya bicara. “Sayang… aku mau ngomong sesuatu,” ucap Tristan hati-hati. Alena menoleh, tersenyum lembut. “Tentang liburan kalian ke Bandung, ya?” Tristan menatap wajah istrinya dengan rasa bersalah. “Maafin aku, ya… Sejujurnya aku berat ninggalin kamu dalam kondisi begini. Tapi aku sudah janji ke Melina. Dia maksa banget. Aku takut dia marah kalau aku batalin.” Alena menunduk sesaat, hatinya perih. Tapi ia tahu, Tristan juga terjepit. Di sisi lain, dia tak ingin terlihat lemah dan terus-terusan menjadi alasan untuk menyulitkan sua