Bab 22

1083 Kata

Angin laut menyapu lembut wajah Alena yang sembab. Ia duduk di atas pasir, menatap deburan ombak yang terus menghantam bibir pantai. Sesekali tangannya mengelus perutnya yang mulai membuncit, tempat janin mungilnya tumbuh. Air mata masih menggenang di sudut matanya. “Kenapa rasanya sesakit ini, ya?” gumamnya pelan, seolah bertanya pada angin. Tiba-tiba, seseorang duduk di sampingnya. “Hati-hati, duduk di sini bisa bikin kamu ketularan patah hati,” ujar seorang pria muda, mengenakan kemeja pantai dengan celana jins belel. Suaranya ringan, senyumnya ramah. Alena menoleh sekilas, lalu menatap laut lagi tanpa menjawab. “Namaku Damar,” lanjut pria itu. “Biasanya aku ke sini kalau habis ditolak cewek. Atau waktu pernah disangka maling ayam gara-gara lari sambil bawa ayam bakar. Padahal itu

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN