“Aku… aku takut bertemu langsung dengannya,” ucap Nyra lirih. Suaranya bergetar. Ingatan tentang kejadian di jembatan itu kembali menghantam pikirannya, cara Siva mendorongnya, tatapan kejam yang tak akan pernah ia lupakan. Seluruh tubuhnya meremang hanya dengan membayangkannya. Ferrin yang melihat perubahan raut wajah Nyra langsung memperlambat mobil, memberikan ruang agar Nyra bisa bernapas lebih tenang. Ia menoleh dan tanpa ragu mengusap rambut Nyra dengan lembut, gerakannya penuh ketulusan. “Kamu nggak perlu takut,” ucap Ferrin pelan, namun suaranya tegas. “Kamu ada di pihak yang benar, Sayang. Apa pun yang Siva lakukan dulu… kamu sudah jauh lebih kuat sekarang. Dan aku akan selalu bersamamu.” Sentuhan dan kata-kata itu membuat hati Nyra sedikit menghangat. Meski ketakutan itu bel

