Ferrin terdiam menatap layar ponselnya yang kembali menyala, menampilkan nama yang selalu membuat hatinya bergetar. Nyra. Pesan pendek itu sederhana, tapi cukup untuk mengguncang dinding pertahanannya yang hampir runtuh. Ia menarik napas panjang, menatap kosong ke langit-langit kamar yang remang. “Nyra kirim pesan lagi,” gumamnya pelan, suaranya nyaris tenggelam oleh suara detak jam di dinding. Dalam hatinya, Ferrin tahu ia mencintai wanita itu terlalu dalam, terlalu jujur. Tapi cinta itu terasa menyakitkan karena setiap kali ia mencoba mendekat, nama Sakha selalu menjadi bayangan yang memisahkan mereka. Nyra mungkin bersamanya secara fisik, tapi hatinya... masih terikat pada masa lalu. Ferrin mengusap wajahnya lelah, menahan gejolak emosi yang bercampur antara rindu dan putus asa. “

