Ferrin tiba di rumah saat malam mulai larut. Udara dingin menyambutnya begitu ia membuka pintu, seolah mengingatkan bahwa hari ini begitu panjang dan melelahkan. Ia menaruh kunci di meja kecil dekat pintu, melepas jasnya, lalu berjalan ke kamar. Setelah berganti pakaian dan makan malam seadanya, ia duduk di tepi ranjang, menyandarkan kepala pada sandaran kasur, sementara kedua kakinya ditekuk sebagai alas tangan. Hening malam membiarkan pikirannya mengembara bebas dan seperti yang sudah-sudah, bayangan Nyra muncul lagi. Ia memejamkan mata, mengingat jelas momen di pantai tadi siang. Tawa lembut gadis itu, embusan angin yang membuat rambutnya berantakan, dan… ciuman yang terjadi tanpa rencana. Sentuhan itu masih terasa nyata di bibirnya, membakar perlahan setiap kali teringat. Ferrin meng

