Setelah selesai membersihkan pecahan gelas yang berserakan di lantai, Arman bangkit berdiri dan menatap Alin yang masih terduduk di sofa. Matanya yang sembab dan wajah yang kelelahan membuat hati Arman semakin berat. "Kamu harus istirahat," ucap Arman dengan suara lembut. "Tidurlah dan coba tenangkan diri. Besok pasti akan lebih baik." Alin tidak menjawab. Dia hanya menatap Arman dengan pandangan kosong, seolah kata-kata itu hanya lewat tanpa meninggalkan makna apa pun. Arman melangkah menuju pintu, berniat untuk pergi dan memberinya waktu sendiri. Namun, saat dia baru saja menggapai gagang pintu, dia merasakan sesuatu yang lembut menahan tangannya. Arman berbalik. Alin berdiri di belakangnya, menggenggam tangannya dengan erat. Tatapan matanya penuh dengan kesedihan dan sesuatu yang