Alin berdiri terpaku di depan Barry, tubuhnya masih gemetar karena suasana tegang yang baru saja terjadi. Namun, ekspresi Barry tiba-tiba melunak. Sorot matanya yang sebelumnya penuh intimidasi berubah menjadi sesuatu yang lain kekhawatiran. "Kenapa kamu tidak menelponku, Alin?" tanya Barry, suaranya kini terdengar lebih lembut namun tetap penuh emosi. "Kalau ada pelanggan yang menyakitimu, kenapa kamu tidak menghubungiku? Aku adalah suamimu. Aku seharusnya ada di sana untuk melindungimu." Alin mengerjapkan mata, bingung dengan perubahan sikap Barry yang mendadak ini. Dia mencoba menjawab, tapi Barry melanjutkan. "Aku bersyukur Arman ada di sana untuk menolongmu ... Tapi bagaimana kalau tidak ada dia? Apa yang akan terjadi padamu?" Nada suaranya terdengar getir, penuh penyesalan. Alin m