Audri masih berdiri di belakang Aslan. Nafasnya tertahan, namun tidak dengan tangannya. Tangannya terus menggesekkan pisau lipat pada tali yang mengikat pergelangan tangannya sendiri sambil ia tetap menjaga kontak mata dengan Panca. Panca berjalan mendekat, pistolnya masih teracung, seorang pria berpakaian taktis ikut berjalan masuk di belakangnya. Dan, seorang wanita yang tertunduk gemetaran. Kedua mata Audri membulat seketika. Itu Juleha. “Kamu pasti mengenalnya kan, Audri?” ejek Panca saat melihat raut wajah Audri. Audri menggeram, menatap Panca tajam. Ia yakin Panca sedang akan membuat tontonan. Maka ini kesempatannya untuk terus melakukan apa yang sedang ia lakukan. Audri lebih dari tahu bahwa Panca adalah contoh nyata seorang narsistik. Namun dalam kasus ini, itu justru poin plus