“Penyerangan?” tanya Audri dengan wajah gelisah. Salah satu bodyguard Wijaya itu mengangguk. “Mereka berhasil kabur, tapi kami berhasil melukai salah satu dari mereka. Karena saat itu, fokus kami hanya pada Tuan Wijaya yang tertembak.” Audri meringis mendengar cerita itu. “Kakek tertembak di bagian mana?” “Lengan atas. Bukan area vital, tapi peluru tetap harus dikeluarkan.” Audri melirik pada kaca jendela besar ruang pemulihan. Wijaya terbaring di salah satu bed yang ada di sana. Ia sudah keluar dari ruang operasi sekitar satu jam lalu, kondisinya stabil, tapi masih belum sadar. “Nona Audri.” Bodyguard itu memanggil pelan, mengalihkan perhatian Audri. “Ya?” “Berhati-hatilah dengan perempuan yang Nona bawa ke rumah Tuan Wijaya kemarin. Kami curiga bahwa penyerangan ini didalangi oleh