9. Telanjur Divonis

1164 Kata
“Loh ... bukannya dengar-dengar, si Ken mau sama Audi, ya? Rame loh itu kabarnya. Sampai di kantor pun. Apalagi, selain satu kantor, Ken juga selalu antar jemput Audi.” Ucapan seorang wanita barusan, terdengar oleh Audi yang baru akan masuk ke dapur kediaman orang tua Ken. Audi yang lagi-lagi tampil cantik, langsung mematung. Ia menghela napas pelan sambil mempertahankan kantong karton berisi kotak terbungkus kertas kado warna merah jambu. Jantung Audi menjadi berdetak lebih cepat, selain suhu tubuh Audi yang juga jadi lebih hangat. Balasan yang akan ibu Kalira, mama Ken berikan, menjadi alasan Audi merasakannya. Audi terlalu takut, bahwa kabar hubungannya dan Ken yang memang ramai dibahas, berdampak kurang baik kepada hubungannya dan keluarga Ken. Terlebih, latar belakang Audi yang memang telanjur hancur akibat perselingkuhan Aksara dan Sofia, ditambah Abraham yang justru mengakhiri hidup, membuat harga diri Audi nyaris tak tersisa. Itu kenapa, sebenarnya Audi juga menyayangkan kondisinya yang malah menjadi bagian dari Ken sekeluarga. “Enggak lah ... mereka cuma temen,” ucap ibu Kalira santai. “Ngeri ya, Jeng, kalau Ken sama Audi?” Suara dari wanita berbeda barusan, langsung membuat jantung Audi terasa sangat pegal. Terlebih setelah suara barusan, kebersamaan di dapur, jadi diwarnai tawa. Melalui tawanya, ibu Kalira yang tertawa terbilang lepas, seolah menegaskan. Bahwa andai Ken tetap dengan Audi, hasilnya ngeri. Sedangkan yang dimaksud ngeri oleh obrolan di sana, masih berkaitan dengan latar belakang Audi. “Yang namanya gen sudah pasti akan diwariskan. Kalau mamanya saja kegatelan bahkan selingkuh dengan pacar anak sampai hamil. Sementara papanya, bukannya mengakhiri perselingkuhan malah bunuh diri, ya repot!” ucap ibu Kalira dan langsung sukses membuat kantong karton putih berisi hadiah di tangan kiri Audi, refleks terjatuh. Hanya saja, keseruan obrolan para ibu-ibu di dapur, membuat suara jatuh dari kantong karton Audi dan bunyinya tak seberapa, tak sampai mengusik mereka. Bersamaan dengan kantong berisi hadiah yang jatuh, air mata Audi turut jatuh. Sakit sekaligus luka tak berdarah dan teramat menyakitkan, seketika Audi rasakan. d**a Audi terasa sangat sesak. Namun, mau bagaimana lagi? Audi tak mungkin membela diri. Sebab apa yang mereka katakan tentangnya, dan sampai menjadi candaan mengasyikan, memang kebenaran yang ada. Meski tentu saja, seumur hidup Audi, dirinya belum pernah selingkuh. Bahkan sekadar membayangkan termasuk berencana berselingkuh, Audi belum pernah melakukannya. Sementara untuk bunuh diri, sejak Audi ke Bandung, niat itu sangat sering menggoyahkan Audi. Bergegas Audi pergi dari sana. Audi menaruh kado miliknya di lantai sebelah anak tangga bersama kado yang telah terkumpul. Suasana di sana terbilang masih ramai. Masih banyak tamu, dan Ken yang sebelumnya sempat menjemput Audi juga tengah sibuk menemui tamu menemani sang adik. Kesempatan tersebut pula yang Audi gunakan untuk melarikan diri. Vonis yang dirinya terima dari orang-orang akibat masa lalunya, memang langsung membuat Audi kena mental. Di sepanjang perjalanan, Audi yang menggunakan jasa taksi online terus saja diam dan tatapannya pun kosong. Namun dari kedua ujung matanya, butiran air mata kerap berjatuhan membasahi pipi. “Rasanya sakit sekali. Sakit banget, tapi aku bingung harus bagaimana lagi? Bunuh diri? Jika aku sampai melakukannya, ... yang ada mereka pasti akan makin menertawakan aku. Namun andai aku membalasnya dengan jadi manusia lebih baik, apakah mereka juga akan peduli? Soalnya hal yang harus aku lakukan jika bukan menyerah, berarti aku harus membuktikan bahwa apa yang mereka katakan tentang aku, tidaklah benar!” batin Audi. Batin dan pikiran Audi jadi perang. Air matanya makin sibuk berjatuhan. Satu jam menjalani perjalanan, Audi habiskan dengan renungan. Sementara sesampainya Audi di kos dirinya tinggal, yang Audi lakukan ialah berkemas. Audi mengemasi barang-barangnya ke dalam koper. Entah akan ke mana lagi dirinya pergi. Namun Audi yakin, pergi dari sana akan membuat pikirannya jadi lebih tenang. Audi berusaha mengamankan mental. Agar dirinya tak sampai bunuh diri seperti yang orang-orang yakini. Juga, agar dirinya benar-benar bunuh diri, layaknya apa yang sudah sangat ingin Audi lakukan sekarang. Ketika Audi sudah beres berkemas, di rumahnya, Ken masih sibuk mencari keberadaan Audi. Ken kehilangan jejak Audi. Namun ketika pandangannya mengawasi kumpulan kado, ia menemukan jejak Audi. Di sana sudah ada kado Audi. Iya Ken paham dan memang hafal kado Audi untuk adiknya. “Tadi aku arahin Audi ke dapur karena kata mbak, Mama lagi di dapur. Sementara aku sengaja menemui tamu, aku ngobrol sama tamu. Mengingat lama enggak ketemu, jadi banyak yang kami obrolin. Terlebih Audi sama Mama, ya aku enggak banyak mikir,” ucap Ken kepada sang mama yang berdiri di hadapannya. Suasana rumah mereka, tak seramai sebelumnya. Suara musik lagu luar juga tak lagi disetel dengan suara tinggi. Begitu juga dengan tamu yang tersisa dan tak sebanyak sebelumnya. *** Satu koper dan satu tas ransel jinjing, Audi seret keluar meninggalkan kos. Audi menyerahkan kuncinya kepada satpam yang berjaga. “Aku yang sekarang, memang serapuh ini. Aku harus menenangkan diri, daripada aku mati sia-sia,” batin Audi. Sekitar satu jam kemudian, Ken datang. Keterangan dari satpam yang jaga, membuat Ken mengetahui kabar terbaru Audi. “Tidak mengabari, dan setiap pesan apalagi teleponku juga dicueki. Ada yang salah apa bagaimana?” pikir Ken yang langsung pamit undur kepada satpam di sana. “Harusnya kesalahan bukan ada di luar. Audi sudah tidak punya siapa-siapa. Sejauh ini pun, dia juga sangat menutup diri, dan tidak ada urusan lain selain urusan pekerjaan. Andai kepergian Audi untuk urusan pekerjaan, harusnya dia enggak sampai pindah tempat tinggal.” Ken menyimpulkan, kepergian Audi yang begitu tiba-tiba, serta Audi yang terus mengabaikan setiap telepon maupun pesan darinya. Bahkan, Audi juga sampai pindah tempat tinggal, justru karena apa yang terjadi di dalam rumahnya. “Siapa yang sudah bikin Audi tersinggung, hingga kondisi justru berakhir begini?” pikir Ken. Ken memutuskan untuk pulang sambil menunggu hari esok. Karena harusnya, besok Audi pergi kerja. Besok juga Ken akan menemui sekaligus memastikan kepada Audi secara langsung. *** Sesampainya Ken di rumah, semuanya tampak baik-baik saja. Adik perempuannya, dan juga kedua orang tuanya, sama-sama terlihat bahagia. Ketika berpapasan tatapan dengannya pun, semuanya bersikap selayaknya. “Ma, tadi pas Audi menemui Mama ke dapur, enggak ada obrolan aneh-aneh, kan?” sergah Ken yang langsung duduk di sebelah kemudian menghadap mamanya. Awalnya, ibu Kalira menjawab dengan lancar. Terlebih biar bagaimanapun, hari ini, dirinya belum sempat bertemu bahkan sekadar melihat Audi. Namun tak lama kemudian, ibu Kalira ingat, bahwa di dapur, kebersamaannya dengan teman-teman arisan yang sengaja ia undang ke pesta ulang tahun sang putri, sempat membahas Audi. “Kenapa, Ma?” sergah Ken menatap curiga sang mama. Dirasanya, perubahan drastis ekspresi sang mama, sangat mencurigakan. “E—enggak!” Ibu Kalira tidak bisa untuk tidak gugup. Sebab obrolan di dapur yang membahas Audi dan latar belakang gadis cantik itu, membuatnya merasa bersalah. Terlebih setelah menghubungkannya dengan kepergian Audi yang sangat tiba-tiba, dirasanya sangat masuk akal Audi sakit hati kemudian menutup diri dari Ken berikut kepada mereka. Masalahnya, ibu Kalira tak mungkin jujur. Sebab wanita itu yakin, kejujurannya akan membuatnya langsung disalahkan. Karenanya, ibu Kalira memilih bungkam. Walau sebenarnya, ibu Kalira sudah sangat ingin mulai meminta Ken, serius mencari calon istri. Tentunya, calon yang akan Ken pilih ibu Kalira harapkan bukan Audi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN