Cemburu?

1012 Kata
Maxime mengangkat tubuh Megan dari sofa dan akan memindahkannya ke kamar. Kasihan. Nanti, tubuhnya malah sakit semua, kalau dia berlama-lama tidur di sofa. Jadi ia pindahkan saja ke kamar, yang berada di lantai atas. Tetapi, saat akan diangkat, wanita itu malah membuka kelopak matanya dan melihat Maxime, di depan mata kepalanya sendiri. "Kamu sudah pulang??" tanya Megan, saat bola matanya sudah mulai terlihat lagi. "Kamu pikir, siapa yang kamu lihat sekarang hm??" timpal Maxime. "Ya aku cuma memastikan. Terus, kenapa kamu gendong aku begini??" tanya Megan. "Aku mau memindahkan kamu ke kamar. Habisnya, kamu malah tidur di sofa, apa tubuhmu itu tidak sakit semua??" tanya Maxime. "Turunkan aku," pinta Megan dan langsung dituruti oleh Maxime, yang menaruh lagi tubuh Megan di bawah. "Badan aku pegal sedikit sih. Aduhh lapar lagi," ucap Megan sembari mengusap-usap perutnya sendiri. "Aku lupa beli makanan," ucap Maxime, yang raut wajahnya berubah drastis seperti suami yang takut dimarahi oleh istrinya sendiri. "Kenapa lupa?? Jadi kamu nggak bawa apapun ke sini???" cecar Megan dan Maxime malah tersenyum kaku saja. "Aku akan masak. Kamu tenang saja," ucap Maxime yang bergegas pergi ke dapur dan membuat makanan secepatnya untuk Megan. Sementara Megan?? Tentu saja menunggu dan duduk dengan tenang di sofa. Mau ikut ke dapur, ia tidak tahan dengan aroma segala bumbu dapurnya. Jadi ya sudah. Tunggu saja dan nanti ia tinggal makan. Megan membuka ponselnya dan menatap layar ponselnya, dengan helaan nafas yang berat dan juga raut wajah yang nampak lesu. Bosan. Hanya berada di tengah-tengah hutan begini. Tidak bisa pergi mencari camilan dan hanya mengandalkan memasak makanan sendiri saja. Ia juga ingin jajan. Ingin makan berbagai macam camilan. Tetapi sayangnya, yang ia temukan hanyalah pepohonan lagi dan lagi. Pasar pun lumayan jauh dari sini. Mau pergi sendiri pun, tidak ada kendaraannya juga. Setelah beberapa puluh menit. Maxime pun datang, dengan dua piring di tangannya, yang penuh dengan kepulan asap dan ia letakkan di atas meja. "Ini, sudah jadi. Aku hanya masak ini. Ini yang paling simpel dan cepat. Kamu sudah sangat lapar kan??" ucap Maxime yang kini duduk di sisi Megan, yang tengah melihat apa gerangan, yang dibuat oleh pria ini. Dari teksturnya sepertinya kurang meyakinkan. Apa lagi, hampir semua sayuran masuk dan bercampur baur di dalamnya. "Kamu masak apa ini??" tanya Megan. "Tidak tahu apa namanya. Hanya asal masak. Aku gunakan saja semua bahan yang ada dan jadi itu," jawab Maxime sembari mencoba masakan buatannya sendiri. Sementara Megan masih nampak ragu-ragu untuk Memakannya. Tidak akan membuatnya keracunan kan??? "Ayo makan. Tunggu apa lagi?? Katanya kamu lapar," ucap Maxime, hingga mau tidak mau, Megan ikut memakannya juga. Megan pejamkan mata dan makan dengan tega tidak tega. Namun, saat makanan itu menyentuh indra pengecap nya, kelopak mata Megan sontak terbuka. Ia Makanan ini enak juga ternyata. Megan makan tanpa ada rasa ragu lagi. Bahkan, ia makan dengan sangat lahap sekali dan sudah hampir menghabiskan semuanya tanpa sisa. "Besok, kita pindah dari sini," ucap Maxime dan tentu saja Megan langsung menatap Maxime dengan tatapan tak percaya. "Serius pindah?? Emangnya, kita mau pindah kemana??" tanya Megan. "Apartemen saja. Kita akan pindah dan tinggal di sana. Karena aku, harus mengelola perusahaan milik ayahku. Jadi, kita akan pindah, ke apartemen yang dekat dengan perusahaan ayahku itu." "Baru juga tadi, aku pikir membosankan tinggal di sini dan sekarang, malah dengar kabar mau pindah ke tempat yang lain." "So?? Kamu suka, kalau kita pindah dari sini??" tanya Maxime. "Ya jelaslah! Aku bisa jalan-jalan, cari cemilan. Bisa refreshing ke luar terus ke mall juga," ucap Megan yang menyebutkan daftar tempat yang ingin segera dikunjungi. "Tapi sayang sekali, kamu tidak boleh keluar, tanpa aku yang ikut bersama kamu dan aku di sana, adalah untuk pekerjaan. Jadi, kamu pun harus bekerja kepadaku. Pokoknya, kamu harus mengikuti kemanapun aku pergi. Jadilah sekretarisku," pinta Maxime dan Megan malah tersenyum kaku. "Tapi, aku nggak punya pengalaman jadi sekretaris. Itu bukan bidang ku sama sekali." "Tidak apa-apa. Nanti belajar. Nanti belajarlah dulu. Kalau sudah lancar. Pasti bagus juga hasilnya," ujar Maxime. "Bagus apanya. Kalau malah jadi berantakan gimana???" tanya Megan. "Ya tidak akan. Aku juga sama. Tidak punya pengalaman, tapi aku tetap mau mencoba. Bagaimana mau bisa, kalau hanya diam saja. Benar kan??" ujar Maxime. "Ck. Hahh... Ya sudah iya deh iyaa," ucap Megan sembari melakukan suapan yang terakhir dan meletakkan sendok maupun membawa piring kotornya sendiri dan ia cuci di dapur. Setelah piring bersih. Megan kembali duduk dan meminum segelas air putih sambil memperhatikan ke arah sekeliling rumah kayu ini. "Kok sepi, orang yang tadi pergi kemana???" tanya Megan, yang akhirnya sadar, bila pria yang menemaninya tadi, sudah tidak berada di sini. "Pergi. Aku sudah pulang. Jadi, untuk apa lagi dia di sini. Benar kan??" timpal Maxime. "Oh iya, terus, yang tadi ke sini itu, siapanya kamu sih sebenarnya?" tanya Megan penasaran. "Kenapa memangnya?? Kenapa kamu tiba-tiba bertanya tentang dia?? Kamu suka padanya??" cecar Maxime dengan sembarangan sekali. "Ha?? Enak aja. Aku itu cuma tanya. Kenapa malah dituduh yang bukan-bukan begitu??" protes Megan gemas. "Ya habisnya, kamu tiba-tiba saja bertanya tentangnya. Kamu itu se-penasaran itu kepada dia?? Iya??" cecar Maxime lagi. Sampai kedua alis Megan hampir saja menyatu. Ada-ada saja , pikiran dia ini. "Ya pasti penasaran lah! Kamu tahu? Tadi itu, ada kecoak di dapur pas aku lagi makan. Terus, aku teriak kan. Eh dia langsung datang dong. Dia tembak kecoaknya sampai mati. Tapi tahu-tahunya, aku malah nggak sadar, kalau malah naik ke badannya dia tadi. Malu. Jadi seperti anak kecil yang digendong-gendong," ujar Megan dan pria yang mendengarkan ceritanya sejak tadi, malah jadi mengerutkan keningnya dan nampak tidak terima, dengan apa yang Megan katakan kepadanya. "Kamu tidak pernah menaiki ku. Kenapa kamu malah menaikinya, tapi tidak menaiki ku juga??" protes Maxime yang terlihat jelas kesalnya. "Hah?? Ya tadi kan reflek! Aku nggak sengaja!" seru Megan. Maxime mendorong meja dan maju sekali, tapi langsung sampai tepat di hadapan Megan. "Sepertinya, kamu harus diberi hukuman, karena sudah main gendong-gendongan dengan pria lain, tanpa sepengetahuanku!" seru Maxime sambil menatap Megan dengan lebih intens serta dalam lagi. Wanita ini, saat dia tidak berada di rumah. Kenapa begitu agresif, kepada pria yang bukan suaminya sendiri???
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN