Bukan main Sara senang saat Ihsan yang lebih dulu berada di dapur, bahkan pria itu yang membuatkannya kopi dan kali ini lebih manis dan tidak pahit seperti sebelumnya. “Apa kabar, Om … eh, Pak Ihsan?” sapa Sara setelah berucap terima kasih. “Baik, baik. kamu sendiri?” “Ah, kerjaan nggak pernah habis-habisnya, Pak.” “Itu biasa, selagi bernapas memang harus bekerja.” “Bapak bisa aja deh.” “Ya, jangan lupa istirahat dan olah raga.” Sara manggut-manggut, berdecak nikmat setelah menyesap kopinya. “Ini bukan kopi dapur, Pak,” decaknya. “Itu kopi dari Kerinci, saya sengaja beli dari sana khusus untuk kamu pagi ini.” Sara semakin berbunga-bunga mendengar ucapan Ihsan barusan. Tangannya mendadak gemetar, dan dia yang memilih duduk dan meletakkan gelas di atas meja, khawatir terjatuh. “Bel

