Nathan memandang Juwita dengan penuh perhatian. Setelah memesan makanan dari restoran terdekat, ia duduk di hadapan wanita yang dicintainya dengan piring di tangan. Di atas piring itu, terdapat makanan yang masih hangat dan harum, tetapi Juwita hanya menatapnya tanpa minat. "Juwita, kamu harus makan," kata Nathan dengan lembut, suaranya penuh kekhawatiran. Juwita menggeleng pelan, matanya menerawang ke arah jendela kecil di kontrakannya. "Aku tidak lapar, Nathan," gumamnya. Nathan mendekatkan kursinya, menaruh piring di meja kecil di depan mereka. "Aku tahu kamu tidak nafsu makan, tapi kamu perlu menjaga tubuhmu. Kalau kamu terus begini, kamu akan jatuh sakit. Aku tidak mau melihat kamu semakin menderita." Juwita tersenyum tipis, tapi senyuman itu penuh kepedihan. Ia menatap Na