Langkah Juwita terasa berat ketika ia menyusuri teras rumah Asti. Begitu sampai di depan pintu, ia menarik napas panjang sebelum membuka pintu rumah itu. “Juwita!” Suara lantang Rara menyambutnya. Sang ibu, yang masih mengenakan daster batik, berdiri di tengah ruang tamu dengan tatapan tajam. Di sisi lain, Asti duduk di sofa bersama Nathan, suaminya, yang sibuk memainkan ponsel tanpa memedulikan situasi. Juwita menutup pintu perlahan, mencoba menenangkan dirinya. Namun, sebelum ia sempat berkata apa-apa, tamparan keras mendarat di pipinya. Ia terhenyak, memegang pipinya yang terasa panas dan berdenyut. “Kenapa kamu baru pulang, hah?!” bentak Rara. “Asti tadi susah makan malam gara-gara kamu! Kamu pikir hidup kamu ini cuma milik kamu sendiri?!” Juwita menunduk. Ia merasakan keh