Juwita terbangun dengan rasa mual yang kuat, seperti ada sesuatu yang mengganjal di perutnya. Keadaan sekitar terasa kabur, belum sepenuhnya menyadarkan dirinya. Dia hanya bisa merasakan ketegangan yang luar biasa di kepalanya, seolah otaknya berdenyut dan memberontak. Saat membuka mata, Juwita menyadari bahwa dia tidak sendirian seperti biasanya. Nathan, kekasihnya, dan Zahra, sahabatnya, tidak ada di apartemen. Semalam keduanya sempat mengatakan bahwa mereka akan pergi sebentar, tapi entah kemana. Juwita tidak terlalu memperhatikan saat itu, karena pikirannya tertuju pada masalah lain yang lebih mendalam. Dia memegang kepalanya, mencoba meredakan sakit yang mendera. Kepalanya seperti dibebani batu yang sangat berat. Perlahan, dia bangkit dari tempat tidur dan duduk di pinggir ranjang. M