Juwita terbangun dengan kaget. Tubuhnya basah kuyup, dan matanya langsung terbuka lebar. Dia melihat Rara berdiri di hadapannya dengan ember kosong di tangan, wajahnya dihiasi seringai penuh sinis. “Cepat bangun! Kamu pikir ini hotel? Tidur terus sampai siang!” bentak Rara dengan nada penuh otoritas. “Buatkan sarapan sekarang! Apa kamu mau semua orang kelaparan karena malasmu?” Juwita yang masih setengah sadar hanya bisa mengangguk pelan. Tubuhnya gemetar, baik karena dinginnya air maupun karena rasa takut yang selalu menghantuinya setiap kali berhadapan dengan ibunya. Dia tidak berani membantah, meskipun hatinya terasa hancur oleh perlakuan kasar ini. “Kenapa bengong? Cepat ke dapur!” desak Rara sambil meletakkan embernya dengan kasar di lantai. Dengan tubuh yang masih basah, Juwita