Langit sore mulai meredup, mewarnai kafe kecil itu dengan nuansa jingga lembut. Nathan duduk di salah satu sudut ruangan, gelas kopinya hanya disentuh sesekali. Pandangannya terarah ke pintu, menunggu seseorang yang sudah memenuhi pikirannya sejak pagi tadi. Saat Juwita akhirnya muncul, Nathan berdiri, senyumnya tipis namun penuh makna. Wanita itu terlihat sederhana dengan pakaian kasual, tapi bagi Nathan, Juwita adalah satu-satunya keindahan yang mampu membuat dunianya terasa nyata. “Kau sudah lama menunggu?” tanya Juwita sambil duduk di depannya. “Tidak terlalu,” Nathan menjawab sambil menggeser gelas kopi ke sisi mejanya. Dia memperhatikan tangan Juwita yang diletakkan di atas meja, dan tanpa berpikir panjang, dia mengambil tangan itu dan mencium punggungnya perlahan. Juwita