Billy tak berhenti mengoceh di hadapan Dikara selama menuju kantor polisi. Ia terus menerus menegur sahabatnya karena tidak berpikir panjang. “Sudah kubilang, dia Jelita!” pekik Dikara, karena menahan kesal yang tidak terbendung. “Lihat buku disampingmu! Tulisan itu … tulisan tangannya,” sambung Dikara menoleh ke samping. “Itu bukan bukti, Dikara,” sahut Billy seraya menghela napas, suaranya terdengar frustasi. “Lagi pula, aku tidak punya contoh pembanding. Bagaimana aku bisa tahu pasti? Dan andai pun benar, andai pun dia memang Jelita, dengan berbagai kemungkinan—lihat apa yang baru saja kau lakukan kepadanya. Wanita itu, yang seharusnya jadi cinta sejatimu! Bahkan, kota ini memandang kalian sebagai pasangan yang sempurna. Bukankah kalian dulu dijuluki ‘Pasangan Impian Sejagad Raya?

