Pagi itu, Dikara duduk di meja dapur sambil menikmati sarapan dan menyeruput kopi panas yang mengepulkan aroma nikmat. Rutinitas sederhana itu kerap kali menemaninya di hari Sabtu. Dimana, ia tidak memiliki jadwal kerja dan sepenuhnya menjadi waktu untuk dirinya sendiri. Ia baru saja selesai mandi dan bersiap-siap. Bahkan, ia belum sempat memeriksa ponsel. Sampai disatu titik, matanya menangkat aad satu pesan yang belum terbaca. Awalnya, ia tak menaruh curiga apapun. Namun, ketika membuka pesan tersebut, jantungnya berdetak lebih cepat. Pesan itu berasal dari nomor yang ia kenal, ponsel milik Juwita yang ia belikan sebagai pelacak, dengan nama yang tertera disana Zayn dan Zayyan. Dikara memandang selama beberapa detik, bahkan ia nyaris tak percaya. Selama beberapa minggu terakhir, ia s

