Terlambat Menyadari

1586 Kata

Pagi baru saja menampakkan sinarnya ketika Dewi perlahan membuka mata. Cahaya matahari menembus celah tirai tipis jendela kontrakannya, menyapu lembut wajahnya yang masih lelah. Udara pagi terasa hangat dan tenang, namun keheningan itu segera dipatahkan oleh suara getaran pelan di lantai. Dewi mengerjap. Matanya langsung menoleh ke arah sumber suara. Ponselnya tergeletak di lantai dekat kasur, entah sejak kapan jatuh dari meja kecil. Dengan malas, ia mengulurkan tangan dan meraih ponsel itu. Satu notifikasi pesan baru. Sadewa. Perlahan, Dewi membuka pesannya. Matanya mulai terbuka lebih lebar seiring baris demi baris kalimat muncul di layar: (Sadewa: Aamiin... terima kasih atas doanya, Bu. Doa dari Ibu sangat berarti untuk saya. Dan... maaf kalau saya lancang. Tapi saya ingin jujur.

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN