Dewi masih terpaku di ambang pintu, menatap Sadewa yang kini membuka pintu mobil untuknya dengan sopan. Hatinya masih penuh tanya. Tapi waktu terus bergulir, dan ia sadar ia tak punya banyak pilihan pagi ini. Ia melirik jam tangan. Sudah hampir pukul lima. Perjalanan ke kota akan memakan waktu beberapa jam, dan ia belum tentu sempat naik bis pertama. Belum lagi… ia baru teringat — hari ini, hari Senin. Jadwal mediasi di Pengadilan Agama. Dewi menghela napas perlahan. Ia harus sampai tepat waktu. Ditatapnya Sadewa, lalu ia mengangguk pelan. “Baiklah. Aku ikut.” Sadewa tersenyum, senyum hangat yang entah kenapa membuat hati Dewi sedikit lebih tenang. Ia mengambil ransel dari tangannya sendiri, membukakan pintu dengan sopan. “Silakan, Bu,” ujarnya. Dewi masuk ke dalam mobil, duduk di

