Otak Rendi mulai berputar cepat. Ia sadar, waktu yang dimilikinya semakin sempit—hanya seminggu lagi sebelum jatuh tempo pembayaran kontrakan Fikri. Kalau ia bisa mendapat pekerjaan secepatnya, ia masih punya kesempatan untuk tinggal di sini dan membayar biaya sewa. Rendi mengangkat kepalanya, menatap Fikri yang masih membereskan barang. “Fik…” panggilnya pelan. “Ya?” Fikri menoleh. “Kalau aku lanjut tinggal di sini, terus aku yang bayar kontrakannya… boleh nggak?” Fikri tersenyum tipis. “Ya boleh dong, Ren. Itu hak kamu.” Rendi mengangguk, sedikit lega. “Oke… berarti aku harus gerak cepat cari kerja.” Dalam hati, ia berjanji pada dirinya sendiri, “apapun yang terjadi, sebelum seminggu berlalu, ia harus sudah punya penghasilan.” Beberapa hari kemudian. Pagi itu, suasana kontrakan te

