Hari Bahagia

2367 Kata

Beberapa minggu berlalu, rasa jenuh mulai menggerogoti hati Rendi. Setiap hari ia berdiri di balik etalase kaca berembun, menyendok lauk dari panci besar, mencium aroma gulai dan rendang yang kini tak lagi menggugah selera. Rasanya semua hari berjalan sama—panas, berminyak, dan penuh suara sendok beradu piring. Malam itu, setelah warung nasi padang itu tutup, Rendi memberanikan diri berbicara pada pemilik warung. "Bu, kayaknya saya mau pamit… mau cari jalan lain," katanya pelan. Pemilik warung, seorang perempuan berusia paruh baya dengan tatapan datar, hanya mengangguk singkat. Dari laci meja kasir ia merogoh selembar uang lusuh. "Ini buat ongkos," katanya, menyodorkan uang dua puluh ribu rupiah. Rendi menerimanya, mengucap terima kasih, lalu melangkah pergi. Namun setelah berjalan cu

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN