“Diminum dulu, Mas …” aku mengambilkan air putih dan Mas Kian langsung menerimanya. Napasnya masih agak naik turun, pun aku melihat dahinya sedikit berkeringat. Padahal, suhu kamar ini cukup dingin karena AC selalu menyala. Sejujurnya aku sudah tidak sabar ingin bertanya, kira-kira mimpi buruk apa yang Mas Kian alami sampai dia begitu. Namun, aku tahan-tahan karena aku ingin dia tenang lebih dulu. Rasanya juga tak etis kalau memaksakan diri. “Makasih banyak, Fi …” “Sama-sama.” Aku menaruh gelas di nakas, lalu naik lagi ke atas ranjang. Kupastikan Mas Kian benar-benar tenang, baru kusentuh kedua tangannya. “Mas Kian mimpi apakah tadi? Mimpi buruk, ya?” “Iya.” Mas Kian mengangguk samar. “Aku memang mimpi buruk.” “Apa sering? Atau baru kali ini?” “Dulu cukup sering, tapi akhir-akhir ini