“Kenapa jadi pendiem banget gitu, Fi?” tanya Bunda di tengah-tengah aku dan beliau masak. Di dapur hanya ada kami berdua, sementara Mas Kian langsung menemani Ayah ngobrol di belakang. Berbeda denganku, Mas Kian sepertinya jauh lebih santai. Dia hanya agak terbata sebentar, lalu setelahnya biasa saja. Aku tidak bisa sepertinya. Sampai detik ini, ingin rasanya aku mengilang. “Aku lagi ngiris bawang-bawangan, Bun. Nanti tanganku kena pisau kalau ngomong terus.” Jelas ini hanya alibi. Aku diam memang sengaja menghidar dari pertanyaan Bunda yang akan menjurus ke sebuah ledekan. “Alesan aja, kamu ini. Biasanya juga ngiris bawang sambil ngoceh.” “Bahasanya ngoceh banget, coba! Bunda ini jahat!” “Kok jahat—” “Stop, Bun. Aku lagi konsen.” “Enggak mau stop. Bunda lagi pengen ngajak ngomong k