Penthouse itu tetap berkilau, lampu gantung kristal memantulkan cahaya ke dinding marmer, furnitur mahal tetap tersusun rapi, namun ada sesuatu yang hilang. Kehadiran Matteo—dengan segala auranya yang berat, sorot matanya yang menusuk, dan langkahnya yang selalu tegas—lenyap begitu saja. Tiga hari penuh, Amelia tidak melihat sosok pria itu, seakan ia ditelan bumi. Amelia duduk di ruang makan, menatap sup panas di depannya tanpa selera. Sendok di tangannya hanya ia gerakkan memutar, menciptakan pusaran kecil di permukaan kuah. “Sayang, kau harus makan. Kau sudah terlalu kurus,” suara lembut neneknya memecah keheningan. Amelia mendongak, memaksa tersenyum. “Aku makan, Nek…” jawabnya pelan, lalu menyuapkan sedikit ke mulutnya. Tapi nenek Amelia bisa melihat dengan jelas—cucunya itu tidak b

