Aya memperhatikan ibunya yang tengah makan. Sejak sakit, tak ada hal yang merepotkan yang harus ia urus karena ulah ibunya. Tapi justru itu membuatnya khawatir. Meskipun ia harus direpotkan, sekalipun ia tak mau memarahi ibunya. Kadang kedua adiknya protes kenapa kakaknya bersikap tak tegas sama ibu yang sering buat malu mereka.
Ada cerita yang tidak diketahui oleh kedua adiknya tentang masa lalu mereka dan Aya tidak ingin kedua adiknya tahu. Ia paham betul apa yang membuat mental ibunya terganggu. Ia yang menjadi saksi betapa menderita ibunya di masa lalu demi memperjuangkan hidup mereka.
" Aya..sini nak " panggil wanita bernama Hana itu. Aya mendekati ibunya yang ia panggil emak. Ia merebahkan kepalanya dibahu ibunya.
" Kapan kamu menikah ? " tanya sang ibu sambil mengusap kepala Aya. Cahaya hanya tersenyum sambil menggenggam tangan
" Kalau sudah ada jodohnya, Aya Insya Allah nikah mak, tapi mak harus sehat biar bisa lihat Aya pakai baju pengantin " Aya memeluk ibunya, membiarkan cairan hangat mengalir di pelupuk matanya.
Hana hanya tersenyum sendu sambil kembali mengusap kepala Aya. Ada dan tidak ada Mak kamu harus punya suami yang akan menjaga kamu kalau mak nggak ada lagi "
" Mak jangan ngomong begitu, Mak akan lihat Aya menikah " ucap Aya dengan suara serak. Ia sudah mendengar penjelasan dokter bahwa peningkatan stadium itu tidak bisa dicegah.
Aya yang baru menghidupkan ponsel melihat panggilan masuk, foto profil sang bos terpampang jelas. Hana melihat foto laki laki yang pernah menyatakan cinta di inbox f*******: anaknya. Cahaya mmeinta izin menerima telpon di luar. Masih ada satu hari lagi ia untuk berlibur bersama keluarganya.
" Hallo pak " sapa Aya santun. Ia lupa kalau semalam ia sudah mengatai sang bos sebagai orang bodoh.
" Tiga jam dari sekarang, kamu harus sudah ada di depan saya, saya tunggu ! "
" Tapi pak, saya..."
" Jo akan jemput kamu "
" Tidak bisa begitu pak, ini masih waktunya libur. Bapak nggak bisa maksa maksa saya seperti ini, ini sudah namanya pelanggaran undang undang tenaga kerja "
" Oke..perjanjian saya dengan panti asuhan itu akan saya batalkan "
Aya terdiam sejenak. Ia akhirnya kalah debat. I mengumpat dalam hati atas tindakan Surya yang memberi perintah tanpa peduli keadaan karyawannya.
" Baik...saya siap siap "
Di tempat lain, Surya mengembangkan senyumnya. Ia berhasil membuat wanita yang semalam membuat ia tidak bisa tidur, baru kali ini ada yang mengatainya bodoh. Rasanya ingin ia hukum bibir itu dengan...., Surya memukul kepalanya. Ia menghubungi Jo yang ia perintahkan untuk menjemput Cahaya.
" Jangan lama lama Jo, kalau dia tidak datang maka bonus kamu hilang "
Cahaya datang dalam waktu yang diinginkan sang bos. Ia melihat bosnya itu sedang menerima telpon, gerakan matanya mengisyaratkan Aya untuk menunggu. Hampir setengah jam percakapan telpon itu belum juga berhenti, Aya duduk dan berdiri dengan gelisah di ruang tamu, rumah sang bos. Di sana ada beberapa pelayan yang bolak bali mengantarkan minuman.
" Sudah mbak...saya nggak haus " ucap Aya minta pelayan itu jangan menyuguhkan apa apa lagi. Imajinasi liarnya yang kesal bermain. Ia masuk ke kamar sang bos dan merobohkan sang sambil menginjak kaki Surya yang sudah keterlaluan padanya hari ini. Ia masih ingin menikmati liburan bersama ibunya.
" Kami hanya diperintah pak Surya agar nona bisa nyaman menunggunya "
Aya berdecis sambil melihat jamnya. sambil membuka majalah bisnis yang ada ia ambil di rak buku milik Surya, Aya mencoba bersabar dan tanpa sadar ia tertidur.
Ia terbangun dan menyadari dirinya sudah berbaring di atas tempat tidur. Ia melihat sekeliling, ia menyadari kalau ia bukan berada di kamar kosnya. Ia hampir menjerit ketika melihat foto Surya ada di depannya. ia segera menutup mulutnya, ia baru ingat kejadian tadi siang saat ia dijemput asisten bosnya itu. Kemudian ia disuruh menunggu dan ia tertidur. Aya teringat sesuatu. Memeriksa tubuhnya, tak ada yang terasa sakit. Ia membuka selimut dan meniupkan nafas lega. Tak ada yang perlu ia khawatirkan, tapi siapa yang memindahkan ia ketempat tidur.
Aya kembali memejamkan mata karena hari sudah larut. Ia terjaga ketika mendengar ketukan pintu.
" Maaf nona, kami di suruh tuan untuk membangunkan nona dan segera menyusul dia ke kantor " ucap seorang pelayan saat Aya membuka pintu kamar.
" Tuan sudah menyediakan baju kerja untuk nona, ada di atas ranjang " jelas sang pelayan. Aya mengangguk. Hatinya mulai menebak nebak, drama apa yang sekarang ia mainkan.
Setelah mandi dan berpakaian, pelayan menyuruhnya sarapan. Aya mengikuti semua permintaan sang bos, ia ingin segera keluar dari rumah itu. Terbayang, apa kata rekan rekan kantornya kalau ia baru saja menginap dirumah sang bos.
Di luar sopir juga sudah menunggu. Aya menghela nafas dalam, permainan apa yang hendak di mainkan Surya padanya. Ia bahkan dititipkan pakaian kantor Surya oleh pelayan rumah dan juga rantang sarapan.
Sesampai di kantor. Aya langsung terburu menuju ruang Surya, ingin menanyakan kenapa sang bos memintanya buru buru datang lalu membiarkan ia tertidur dirumahnya.
Vannesha termenung di meja. Matanya terlihat sendu. Ia memandang Aya yang datang penuh tentengan. I memandang heran rantang ditangan Aya.
" Dia bilang, kalau kamu datang suruh masuk dan lanjutkan tugas yang sudah ia persiapkan di meja " ucapnya sambil menunjuk ruangan Surya.
Aya mendapati laki laki bertubuh tegap itu sedang terlelap. terlihat begitu menikmati mimpi. Ia membaca perintah yang ditulis diatas kertas. LANJUTKAN ANALISA INI ! . Aya mengambil alih laptop sang bos lalu mulai bekerja. Aya tertegun sejenak, memandang pahatan wajah yang begitu memikat wanita itu. Ia terkejut saat kedua mata itu berlahan membuka dan memandangnya beberapa saat.
Surya melihat wajah Cahaya yang tersenyum memandangnya.
" Siapkan sarapan saya ! " perintah Surya sambil menutup mulutnya yang menguap. Aya meniupkan udara lalu berdiri, dalam ruangan sang bos memang tersedia meja makan. Ruangan kerja itu seperti dirancang sebagai rumah kedua sang bos. Dulu ia juga sempat memperhatikan bagaimana sang bos lembur sampai pagi dan terlelap setelah pekerjaannya selesai.
Surya yang baru kembali dari ruangan pribadinya, melihat Aya tengah menyusun sarapan sang bos.
Aya kembali melanjutkan kerjanya sementara Surya menikmati sarapannya. Pekerjaan itu ia selesaikan sampai sore dan setelah jam kerja selesai ia ingin protes. Saat itu Surya tengah merapikan mejanya. Ia memandang wanita yang semalam terlihat begitu kelelahan dan tak sadar telah meracau. Wajah itu begitu tegang.
" Apa maksud bapak, menyuruh saya datang buru buru ke tempat bapak, lalu membiarkan saya tertidur ! " hentaknya. kemarahannya tak bisa dibendung lagi.
Surya menghela nafas, lalu duduk dengan tenang. Ia mempersilahkan Aya bicara.
" Bapak ngerti kan, konsekuensi yang akan saya tanggung. Saya akan dibilang perempuan nggak bener ! "
Surya meletakkan dua jarinya diatas mulut. Sambil memutar kursinya.
" Bagaimana pendapat kamu kalau saat kamu tertidur dan terlihat sangat letih. Saya suruh pelayan saya buang kamu keluar pagar "
Aya terdiam, tampak sekali disini salahnya. Ia baru ingat kalau perusahaan mereka sedang berusaha mendapatkan proyek baru dan siang tadi adalah deadlinenya. Ia sudah berjanji pada tuan Morgan untuk segera menyelesaikan analisa pasar. Tapi karena lelah yang ia juga tak mengerti darimana datangnya, ia tertidur.
" Saya bilang sama papa. Kalau kamu mengerjakan laporan itu ! saya masih kamu anggap salah "
Cahaya tertunduk, sambil menggigit bibirnya.
" Maaf pak " cicitnya.
" Oke..kalau tidak ada lagi, Siap siap untuk acara makan malam " ucap Surya sambil menyerahkan sebuah kartu nama sebuah hotel.
" Saya mau memposting sesuatu, membaca komen mereka yang penasaran dengan pacar saya, hal menyenangkan juga ternyata "
Surya berdiri, ia menyentuh bahu Aya yang terpaku dengan ucapan sang bos. Ia mulai terbebani dengan sandiwara yang dibuat atasannya. Ia juga yang nanti dimintai keterangan oleh wartawan. Belum lagi permintaan nyonya Richard dan Vanesha. Ia rasa ia ingin segera kabur dari lingkungan yang buat kepalanya pusing.