Aya terkejut ketika Desi, Sekretaris Surya yang sejak awal bekerja selalu jutek padanya. Kali ini wajah itu terlihat menyedihkan.
" Aya....aku minta maaf tolong minta sama pak Surya jangan pecat aku ..hu..hu..hu " Aya terpaksa menerima pelukan Desi yang terlihat hancur pagi itu. Dulu ia dibenci oleh wanita itu entah karna apa. Aya merasa tak punya masalah dengan Desi.
" Kamu hanya dipindahkan Des, bukan dipecat " jelas Aya yang sudah tahu duduk perkara kenapa Desi tak jadi sekretaris Surya lagi. Ia sudah dapat pesn dari pihak HRD untuk menempatkan Desi di kantornya. Ia sekarang di kasih sekretaris untuk meringankan pekerjaannya.
" Mulai sekarang kamu kerja sama aku, ruanganmu ada diruanganku Des " Aya mengajak Desi masuk dan memperlihatkan surat pindah tugasnya yang baru saja diantar HRD. Aya mendengar desas desus tentang pengganti Desi adalah Vanesha. Wanita yang dijodohkan oleh nyonya Richard dengan Surya. Mungkin karena kondisi ibunya semalam akhirnya, laki laki keras kepala itu akhirnya luluh.
Benar saja, saat rapat. Aya melihat Surya berjalan diikuti wanita yang ia lihat semalam di rumah sakit. Vanesha sangat cantik, dan ia juga lulusan terbaik di sebuah universitas ternama di luar negri. Aya duduk di sebelah kiri Surya sementara Vanesha ada disebelah kanan. Ia tampak begitu elegan. Aya kembali merasakan gemuruh hatinya. Ia menepuk dadanya yang tiba tiba terasa berdenyut.
" Please.., aku hanya ingin bekerja di sini. Bukan untuk jatuh cinta sama siapapun, apalagi sama bos jelas jelas kami punya kelas sosial yang berbeda, sadar Aya..! " suara hati Aya kembali berisik.
" Kamu kenapa ? " bisik Surya membuat Aya terkejut. Nafas laki laki itu menyentuh kulit lehernya. Ia begeser sedikit, membuat Surya menatapnya sesaat. Aya menerima kertas yang ditulis Surya.
" Nafas saya bau, kok kamu menjauh ? " Aya menoleh dan menggelengkan kepala.
Surya tak lagi bicara karena ia harus segera memimpin rapat. Pembicaraan mereka kemarin begitu mudah di pahami Surya, ia tak punya kesulitan untuk menjelaskan pada karyawannya apa yang harus mereka lakukan dalam menjalankan proyek yang sudah disepakati dengan investor.
Selesai rapat, Surya memintanya menemani Vanesha untuk mempelajari tugas tugasnya sebagai sekretaris Surya, tugas yang selama ini dikerjakan Desi.
" Aya, kamu kelihatan akrab dengan Surya. Boleh saya minta tolong " ucap Vanesha saat mereka makan siang bersama. Cahaya tak bisa menolak ajakan Vanesha yang mengajaknya makan siang ketika mereka berkenalan.
" Kami hanya sebatas karyawan dan atasan Vanesha, tak ada yang istimewa. Kelihatan akrab karna ada pekerjaan yang memang harus dibahas bersama "jawab Aya sewajarnya tapi hatinya seperti minta sebuah pengakuan.
" Baiklah, tapi kamu bisa kan membujuk laki laki keras kepala itu untuk menerimaku sebagai tunangannya. kamu pernah dengar nama Eidel kan ? "
Aya mengangguk mengingat kembali wanita yang pernah membuat Surya termenung begitu lama saat mereka akan berangkat ke eropa.
" Aku juga teman Eidel " jelas Vanesha, wajahnya terlihat murung. Ia melihat ke arah jendela, seperti sedang mengingat sesuatu. Ia tiba tiba menghapus air matanya. Cahaya tertegun dan bingung dengan situasi yang ia hadapi. Ia mengulurkan tissu.
" Maaf, aku jadi terbawa emosi. Aku sudah lama memendam ini, berjuang akan perasaanku padanya. Tapi Eidel selalu menang "
Sejak hari itu, Vanesha selalu mencarinya untuk bercerita. Awalnya Cahaya tak keberatan dengan permintaan Vanesha agar ia dibimbing dalam bekerja bersama Surya, bos yang begitu perfect dalam bekerja. Ia mencoba mempositifkan pikirannya kalau ia tak perlu merasa khawatir dengan kehadiran wanita itu di dekat Surya. Toh, mereka tidak terlibat perasaan apa apa.
Hari itu Cahaya tak bisa menolak ajakan Vanesha untuk menjenguk nyonya Rachel di rumah sakit. Vanesha yang membuat suasana tidak canggung karena selama ini ibu bosnya itu begitu membencinya.
" Cahaya itu bukan seperti yang tante pikirkan, dia teman yang baik untukku " ucap Vanesha saat menuntun Aya mendekati nyonya Richard. Aya menyalami wanita yang ia selamatkan beberapa hari yang lalu. Ia mengangguk hormat. Ia terkejut ketika nyonya Richard memintanya berbincang berdua. Vanesha mengiyakan lalu ia keluar ruang rawat inap.
" Maafkan kalau saya salah selama ini padamu Cahaya, saya tidak tahu kalau kamu dimanfaatkan anak saya untuk membalas sakit hatinya pada saya karna saya melarangnya menikahi teman kecilnya itu " Nyonya Richard mulai bicara. Aya menetralkan perasaannya yang tak menentu. Kenapa ia merasa di situasi yang membuat perasaannya campur aduk. Kenapa seolah olah Surya sudah merasuki pikirannya, Aya berteriak dalam hati.
" Jangan sampai aku Jatuh Cinta padanya ! "
" Mungkin saat ini Surya belum tertarik pada Vanesha, tapi saya melihat kamu bisa mempengaruhi pikiran anak saya. Tolong dekatkan Vanesha dengan Surya "
Deg ! hati Aya merasa tergores mendengar itu.
" Saya sudah berjanji pada kakak saya untuk menjaga anaknya dan saya juga bertanggung jawab atas pilihan pasangan hidup Surya. Saya takut dia jatuh pada wanita yang salah " lanjut nyonya Richard. Aya hanya tersenyum tipis lalu mengangguk.
" Maaf saya potong bu Richard. Saya tidak bisa mengendalikan perasaan pak Surya dan tak tahu bagaimana caranya pak Surya bisa move on dari Eidel. Tapi saya bisa membuat mereka berteman baik. Soal hati itu bukan kuasa saya " Akhirnya Aya bisa menuturkan kalimatnya dengan baik meski hatinya bergemuruh hebat. Sebuah perasaan yang ia juga bingung dari mana datangnya.
Saat perjalanan pulang ia telpon Surya, memintanya untuk datang ke kantor lagi. Ada yang berkas yang terbawa oleh Aya. Tapi Aya ingat kalau berkas itu, tertinggal di ruang rawat inap nyonya Richard. Akhirnya Aya meminta bantuan Vanesha untuk mengantarkannya pada Surya. Vanesha begitu berterima kasih atas tugas yang diberikan padanya. Ini adalah awal kedekatan mereka.
Malam harinya ia telpon oleh Surya, Nada laki laki itu begitu ketus.
" Saya minta kamu yang antar kenapa malah suruh Vanesha ! " suara itu menghentak telinga Aya yang hendak tidur.
" Tadi berkas itu ketinggalan di ruang ibu bapak, kebetulan Vanesha ada di situ jadi saya minta dia yang antar pak " jawab Aya gugup. Ia menghela nafas.
" Maafkan saya pak " ucap Aya lemah. Ia mendengar helaan nafas berat. Beberapa saat hening, hanya terdengar nafas sang bos seperti menenangkan diri.
" Maaf saya terbawa emosi. Kamu harus tahu kenapa saya tidak menyukai Vanesha " ucap Surya dengan suara lebih tenang.
" Karena dia bapak tak jadi menikahi Eidel " sambut Aya, karna cerita itu sudah ia dengar dari versi Vanesha.
" Bapak laki laki bodoh yang pernah saya kenal. Bapak pintar menganalisa peluang bisnis tapi bapak terlalu bodoh dalam menilai siapa yang lebih mencintai bapak. Terlalu buang buang waktu bapak menyimpan perasaan yang salah pada wanita bernama Eidel. Dia sudah bisa tertawa dengan suaminya tapi bapak masih menangisi cinta yang bertepuk sebelah tangan " urai Aya dengan suara penuh emosi, Surya yang hendak berdiri duduk kembali. Ia terpana dengan ucapan lancang bawahannya. Tapi ada sisi hati yang membenarkan semua perkataan Aya. Selama ini ia masih mengharapkan Eidel kembali padanya.
" Ini bukan jam kerja pak ! saya mau tidur selamat malam " ucap Aya kemudian mematikan panggilan dan memati dayakan ponselnya. Ia ingin melepaskan gerah hatinya yang terjadi sejak tadi sore. Ia menumpahkan perasaannya dalam tangis. Ia tak ingin terjebak dalam masalah yang sama. Ia merasa ia mulai menyukai Surya dan yang menyakitkan mereka tak mungkin disatukan dalam ikatan pernikahan karena status sosial mereka berbeda.
Ada dua hari libur yang bisa ia manfaatkan untuk berkumpul dengan adik adiknya. Suasana berisik di rumah mampu meredakan resah Aya. Sementara Surya sejak Aya menutup telpon saat ia marah marah masih berusaha menghubungi karyawannya itu. Ia berencana akan membuat postingan lagi tentang kisah asmaranya di media sosialnya. Tapi nomor Aya tak bisa dihubungi.
Kedatangan seorang anak kecil menambah semarak rumah Aya, dokter Fandi memang menitipkan anaknya karena ia harus mengantarkan pasien ke rumah sakit.