Keesokan harinya, Cahaya kembali masuk kerja. Ia mengerjakan pekerjaan seperti biasa. Semua perintah yang diberikan tuan Morgan ia lakukan dengan baik. Meski Surya yang memimpin perusahaan namun sang ayah masih harus ikut campur. Kondisi psikis anaknya yang tidak stabil membuat perjanjian kerja sama sering batal karena tiba tiba Surya tak datang dalam pertemuan.
Hari ini juga terjadi, Cahaya tak peduli. Tuan Morgan memerintahkan pada Cahaya untuk hadir dalam pertemuan dengan investor. Ia sudah tak peduli, Mau bosnya datang atau tidak. Hatinya saat ini sangat dongkol dengan perakuan sang bos kemarin. Seenaknya saja ia ditinggal. Cahaya mengikuti arahan tuan Morgan dengan baik. Ia datang ke pertemuan,melakukan presentasi kepada investor dengan penuh percaya diri. Hasilnya ada beberapa investor yang tertarik dengan proyek yang dikerjakan Surya.
Saat jam kerja usai, Cahaya menikmati sore di kafe tempat ia dan sang bos pernah menghabiskan waktu seharian dengan saling curhat. Hari itu ia menceritakan bagaimana ia ditipu kekasihnya. Ia tak malu menunjukan perasaan sedihnya pada Surya, air berurai airmata menceritakan saat kekasih sekaligus bosnya meminta mereka putus karena ia sudah menerima pertunangan yang diminta orangtua sang kekasih. Hari itu ia melihat tatapan antusias Surya padanya, serasa Surya adalah teman yang sangat percaya pada ceritanya. Aya juga merasa aneh, ia merasa pikirannya dipenuhi oleh senyuman Surya yang terkenal dingin dan tegas di kantor, bisa juga menjadi teman curhat. Hatinya merasa hangat ketika tiba tiba tangan Surya mengusap kepalanya.
" Semangat Cahaya ! " kata kata itu. Tetus terngiang ditelinganya. Mungkin dari sekian jumlah karyawan hanya ia yang dapat kata kata penyemangat dari sang bos. Cahaya seakan kembali mendengar kata kata itu. Tapi berusaha ia tepis. Saat ini ia ingin melupakan sang bos menyebalkan itu.
Ia baru sadar kalau seseorang tengah tersenyum di depannya sambil melempar kacang di wajahnya.
" Sudah, mulai sekarang belajar move on. Akan ada laki laki baik untuk perempuan baik seperti kamu " ucap laki laki di depannya. Aya beranjak dari kursinya, namun tangan laki laki itu berusaha mencegahnya.
" Ini bukan jam kerja pak, saya mau pulang " hentak Aya berusaha melepaskan tangannya.
" Temani saya makan dulu " ucap laki laki yang ternyata adalah bos yang sejak tadi ada dalam pikiran Aya. Surya.
" Ini nggak ada dalam perjanjian kerja sama kita pak, lepaskan saya mau pulang " tegas Aya, ia mencoba melepaskan jemari Surya yang menggenggam pergelangan tangannya.
" Ini perintah papa, kamu belum baca pesan masuk di hp kamu ?" ucap Surya sambil duduk kembali dengan santai. Ia memanggil pelayan kafe dan memesan makanan. Dua porsi. Aya melihat ponselnya dan benar saja, ada perintah dari tuan Morgan untuk menjelaskan hasil pertemuannya dengan investor. Ia terpaksa kembali duduk. Tapi masih pasang wajah kesal. Ia menghela nafas kasar.
" Minta maaf " ucap Surya sambil mengulurkan tangan. Tapi Aya tak menyambutnya. Aya mendengus sambil lempar pandangan. Ia harus akui kalau laki laki di depannya begitu imut ketika menunjukan wajah yang merasa bersalah. Tapi ia tak akan luluh dengan itu.
" Kalau ini bagaimana ? " Surya mengulurkan sebuah boneka teddy kecil yang imut. Aya sebenarnya ingin menerima boneka kecil itu tapi masih dalam mode marah karena sudah dibuat susah kemarin.
" Kalau ini " Surya meletakkan sebuah kertas. Aya terpana membaca surat yang diberikan olehSurya. Subuah surat yang menyatakan donasi Surya pada sebuah panti asuhan. Aya menjual cincin yang diberikan Surya dan memberikannya pada panti asuhan tempat ia dan kedua adiknya pernah dibesarkan.
" Cincin itu saya ambil kembali dari toko tempat kamu menjualnya dan saya mengganti niat kamu membantu panti asuhan itu agar bisa membeli tanah yang mereka tempati, maaf hanya itu yang bisa saya lakukan agar semua kenangan kamu dan adik adik kamu disana tidak hilang "
Aya tak punya kata untuk membantah sang bos. Wajahnya yang tadi kesal berubah jadi terharu. Ia membaca pesan dari ketua panti yang mengucapkan terima kasih atas bantuan Aya.
" Sekarang sudah bisa maafkan saya ? " Surya kembali mengulurkan tangan. Aya mengangkat wajahnya dan mau tak mau ia menerima jabatan tangan itu.
" Semangat Aya ! " ucap Surya sambil mengepalkan tangan bersama. Ia menepuk pipi Aya yang sudah basah oleh air matanya yang tak terasa mengalir begitu saja.
" Terima kasih pak " ucapnya dengan suara serak.
" Makanlah, kata Nando kamu kalau lagi sibuk lupa makan. Sebelum kerja makan dulu " Surya mengulurkan sendok. Aya menerimanya dan membalas senyum sang bos. Mereka berdua makan dengan lahap. Aya menjelaskan hal hal yang sudah ia bicarakan dengan investor dan ia harus akui kalau sang bos memang cerdas. Bisa paham apa yang diinginkan sang ayah.
Dari kejauhan ada sepasang mata yang mengamati gerak gerik mereka. kedua tangannya menghempas meja.
" Katanya hanya sandiwara, kenapa kayak pasangan sungguhan ! ini tak bisa dibiarkan " ucap nyonya Richard yang tadi menguntit kemana anaknya yang pergi. Meski suaminya menjelaskan saat ini mereka membutuhkan Aya untuk membersihkan gosip tentang Surya yang menggoda istri sahabatnya sendiri.
Saat masuk kerja, Aya melihat bosnya itu datang lebih awal. Tapi ia mendengar perdebatan antara ibu dan anak di ruangan sang bos yang tidak tertutup rapat.
" Sudah berapa kali aku bilang ma, aku tidak mau mengenal wanita manapun saat ini ! Aku sudah punya Cahaya ! "
" Hubungan kalian hanya sandiwara, kamu membayarnya untuk itu Jangan dikira mama tidak tahu "
" Itu bukan urusan mama ! "
" Coba kenal dulu dengan Vanesa "
" Jangan pernah paksa aku ! "
Surya mendorong ibu sambungnya ketika akan mendekatinya dan membuat wanita setengah baya itu terjatuh.
" Surya..., jantung mama...." Cahaya yang melihat itu segera masuk ia segera mengajak istri tuan Morgan untuk duduk di sofa.
" Pak, ibu anda sakit benaran ! " sentak Aya. Ia melap keringat didngin di wajah nyonya Richard. Ia menghubungi ambulan kantor dan tak lama keadaan dadurat itu diketahui tuan Morgan. Cahaya ikut masuk ke dalam ambulan, sebelum itu ia sudah melakukan pertolongan pertama pada istri atasanya itu. Surya hanya termenung disampingnya.
Sesampai di rumah sakit. Cahaya melihat seorang perempuan cantik berlari terburu menuju ruang pemeriksaan. Tuan Morgan langsung mencegahnya.
" Tante masih diperiksa dokter, dia akan baik baik saja "
" Om..nggak bohong kan, tante akan baik baik saja " perempuan itu tampak menangis. Tuan Morgan mmebawa perempuan itu mendekati Aya dan Surya di ruang tunggu.
" Surya, kamu temani Vanesha " titah Morgan sambil menatap tajam anaknya. Surya terpaksa berdiri dan menyalami wanita cantik yang baru datang itu.
" Apa kabar Sur..." ucap Vannesha sambil berusaha mengungkai senyum ditengah wajah cemasnya.
" Baik .." jawab Surya dingin. Surya mengajak Vanesha ke suatu tempat.
Aya menatap punggung dua orang itu dengan perasaan tak menentu, ia bingung gemuruh apa yang terjadi di hatinya kenapa ia merasa ada yang berdenyut saat ada wanita lain di samping Surya.
" Tidak..tidak Aya, kamu jangan terjebak dalam rasa yang salah lagi. Dia hanya bosmu ! " sentak Aya dalam hati. Ia memarahi dirinya sendiri. Ketika ia akan pulang tuan Morgan mencegatnya.
" Terima kasih atas tindakan kamu tadi, kata dokter kalau tidak ada pertolongan pertama tadi, mungkin istri saya tak bisa diselamatkan "
" Sama sama pak, itu sudah jadi tugas saya pak sebagai karyawan bapak "
Aya pamit pulang. Saat menyusuri koridor ia merasa masih sendu. Ia bingung dengan apa yang terjadi. Tiba tiba ada seseorang yang menjejeri langkahnya.
" Sudah hampir malam, mau saya temani pulang ? " Aya menoleh dan terkejut saat dokter Fandi yang sedang menggendong anak berjalan disampingnya.
" Pak dokter .." seru Aya.
" Panggil nama saja Aya, kalau merasa saya lebih besar panggil abang, kakak atau mas juga boleh "
Surya yang sedang duduk di ruang tunggu bersama Vannesha melihat Aya yang sedang berbincang dengan anak kecil. Surya mengenal anak itu. Ia mengusap wajahnya sambil menghela nafas kasar.
" Maafkan aku Sur, aku nggak minta tante buat paksa kamu nikahi aku. Aku hanya ingin berteman denganmu seperti dulu "
Surya menarik nafasnya, ia juga bingung kenapa ia tak suka melihat Cahaya bersama laki laki lain. Sampai saat ini perasaannya dengan Eidel belum sepenuhnya hilang. Aya begitu berbeda dengan Eidel. Tak mungkin ia punya rasa pada karyawannya itu.