Kenapa marah?

1240 Kata
Pagi pagi sekali Cahaya sudah ada di kantor, mulai mengerjakan beberapa tugas yang harus tuntas siang ini. Ia melihat ke arah ruangan Surya yang masih kosong. Ia tadi sempat bertanya pada Desi, sekretaris bosnya itu. Tentu saja ia akan dapat jawaban ketus. Cahaya akan menunjukan ID Cardnya yang baru. Ia sekarang adalah wakil sang bos. Awalnya posisi ini akan di jabat pak Daffa tapi paman Surya itu memilih untuk pensiun karena penyakitnya. Sampai siang Surya belum datang, memang tidak ada agenda penting yang harus dihadiri oleh Pimpinan perusahaan itu hari ini. Tapi yang membuat Aya heran, kenapa panggilannya tak diangkat angkat. Ketika diangkat Surya akan berkata dengan ketus, untuk hari ini dia tidak ingin diganggu. Aya pulang dengan perasaan tak menentu. Mulai hari ini ia sudah tinggal di sebuah apartemen yang disewanya. Dengan posisinya sekarang banyak pekerjaan yang harus ia kerjakan, jadi tak mungkin ia harus pulang ke kontrakan ibu dan adik adiknya. Semalam ia tak bisa tidur, karna semu chatnya tak di balas sang bos. Karena tidur terlalu larut, ia jadi terlambat bangun. Ia jadi tergesa pergi ke kantor tanpa sarapan. Untung saja, ia tidak terlambat sampai di meja kerjanya. Hari ini ia harus mengikuti rapat dengan Surya. Ia melihat bosnya itu terlihat segar, tak tampak aura kemarahan seperti kemarin. " Pagi pak " sapa Aya saat mereka bertemu di ruang rapat. " Pagi " jawab Surya pendek. Ia kemudian menyibukkan diri dengan ponselnya. Aya merasa dirinya diabaikan. Kenapa hatinya merasa kosong. Ia merindukan saat saat mereka bisa akrab bicara berdua. Tapi ia harus sadar diri, ia hanyalah karyawan dari Surya jadi tak ada ekspetasi lain selain memberikan penghormatan pada bosnya itu seperti yang lain dan melakukan tugasnya dengan baik. Setelah semua peserta rapat hadir, Surua mulai memimpin rapat. Aya kagum denga kepimpinan sang bos yang begitu cerdas dalam mencari solusi permasalahan perusahaan dan begitu piawai dalam bernegoisiasi. Tapi terkadang, ia tak bisa mengontrol emosinya saat ada lawan bisnisnya yang memancing emosinya. Morgan, ayah sang bos selalu mengingatkan untuk menenangkan saat Surya terbawa emosi. Setelah rapat selesai. Hati Aya terus mendesak, agar dirinya mencari tahu kenapa sang bos marah padanya. Ia mengetuk pintu dengan rasa gugup. " Masuk ! " perintah masuk dari dalam membuat jantung Aya berdegup lebih kencang. Ia menarik nafas dalam dalam, ia tak perlu khawatir dengan kemarahan Surya soal pekerjaan. Ia berjanji akan memperbaikinya. " Selamat pagi pak " sapa Aya, keberanian yang ia kumpulkan tadi menguap seketika melihat sikap bosnya yang hanya meliriknya sebentar lalu sibuk dengan pekerjaannya. Beberapa saat Aya terdiam ditempatnya berdiri. Ia terus berpikir apakah ia harus menanyakan kenapa ia diabaikan akhir-akhir ini. Tapi atas dasar apa ia menanyakan itu, hubungan mereka hanya bos dan bawahan. Kenapa ia harus baper jika Surya bersikap acuh padanya, selama ini Surya memang terkenal dingin sama karyawannya. Aya berdehem menetralkan yang berkecamuk dalam pikirannya. " Maaf menganggu pak, saya hanya mau minta izin siang ini pulang lebih awal " ucap Aya gugup. Ia menunduk ketika Surya mengangkat kepala. Surya hanya terbatuk kecil, lalu meletakkan penanya. Ia baru saja menerima chat Fandi yang mengatakan ia sudah berhasil mengajak Cahaya bicara dan berjanji makan siang bersama di rumah sakit. Surya juga tak mengerti kenapa ia tak suka mendengar cerita ini. Ia memang sudah mengikat Aya dalam perjanjian. Ia hanya butuh siluet Aya untuk kisah asmaranya demi menyelamatkan harga diri keluarga. ia yang di tuduh telah berselingkuh dengan istri orang. Tidak ada perasaan yang terlibat disini. " Saya sudah siapkan pekerjaannya dari kemarin pak " tambah Aya sambil meletakkan sebuah map ke meja bosnya. Surya belum bicara. Ia mematut foto yang ditunjukan Fandi saat ia dan keluarga Aya makan bersama. Ia mendengus. Aya menjadi salang tingkah melihat sikap angkuh atasannya. " Baik pak, jika tidak diizinkan saya kembali bekerja " ucap Aya lalu berbalik. Ia tidak ingin terkena masalah karena ia sudah berhutang pada laki laki di depannya. " Kenapa kamu sok menebak, pikiran saya. Apa saya bilang tidak boleh ? " Aya menghentikan langkahnya dan berbalik. " Maaf pak, saya kira diam bapak adalah penolakan " Surya beranjak dari tempat duduk. Ia menyambar jasnya dan berjalan mendahului Aya. " Ikut saya " ucap Surya sambil membuka pintu. Aya hanya bisa patuh, ia susah payah mengejar langkah bosnya yang punya kaki jenjang itu. Ia menghirup nafas panjang saat di lift. Suasana seperti mencekam sampai di sebuah apartemen. " Kita mau ngapain disini pak ? " tanya Aya kebingungan, ini bukan tempat yang pantas untuk mereka untuk bertemu klien. Surya tak menjawab, ia memencet bel sebuah unit. Tak lama pintu terbuka, tampak seorang wanita yang menggendong anaknya muncul dari balik pintu. Tampaknya ia mengenal Surya. Mereka dipersilahkan masuk. Aya melihat foto foto Fandi sedang menggendong anaknya. " Ini adalah mantan istri Fandi, dia sedang berusaha untuk memperjuangkan hak anaknya yang diabaikan Fandi akhir akhir ini " jelas Surya yang membuat Aya terpana. Saat ia menerima ajakan makan malam sang dokter. Ia juga mendengar hal ini. Fandi juga menjelaskan kalau ia sedang mengumpulkan uang untuk biaya anaknya setelah ia terkena kasus di rumah sakit tempat ia berdinas dulu. Ia difitnah melakukan sebuah kejahatan yang tak dilakukannya. " Oo..." hanya gumaman itu yang keluar dari bibir Aya. Surya memperhatikan raut wajah wanita di sampingnya tampak tidak syok. Saat wanita bernama Melly itu mengajak mengobrol Surya tentang rencananya untuk pergi kembali ke rumah orangtuanya di luar negri. Tampak Surya berusaha mencegah rencana mantan istri sahabatnya itu. Ia berusaha membujuk Melly agar memperbaiki hubungannya dengan sang mantan suami. " Aku yang mengajukan gugatan cerai Sur, bukan Fandi yang salah. Aku yang membuat dia terluka. Aku berharap dia menemukan wanita yang bisa menyayanginya dengan baik. Kamu bagaimana, kami semua berharap kamu bisa move on dari Eidel, ini....? " Melly menunjuk Aya yang sejak tadi kebingungan untuk apa bosnya itu membawanya ke rumah mantan istri tetangganya itu. " Eh...saya rekan kerja pak Surya " jawab Aya terlebih dahulu sebelum bosnya itu menjawab. " Tapi kalian serasi, kamu terlihat tegas dan mandiri. Pantas mendampingi Surya yang senarnya rapuh meski diluar ia terihat tangguh " ucap Melly yang membuat Surya terbatuk. " Saya nggak berani kak....saya hanya berasal dari keluarga sederhana" " Hati tidak mengenal kasta Aya..." ucap Melly seraya tersenyum penuh makna, Aya segera menggeser duduknya menjauhi bonya. Sementara Surya merasa misinya gagal memframing Fandi sebagai mantan suami yang tak bertanggung jawab. Aya melihat jam, janjinya untuk menjenguk ibunya dan janjinya bertemu dengan Fandi batal karena dokter itu sudah harus dinas di rumah sakit tempat ibunya dirawat. Ia tahu dokter Fandi baru diterima di rumah sakit itu. Mendengar cerita sang dokter, ia merasa cukup simpati. Saat perjalanan pulang. Aya masih melihat wajah dingin bosnya. Ia tak berani bersuara. Aya mengangkat panggilan dari dokter Fandi. Ia terkejut dengan suara mobil yang berdecit. " Turun ! " titah Surya dengan sarkas. Aya kebingungan. Mata sang bos menatapnya tajam, gerakan ekor mata itu mengarah ke arah pintu. Aya tak berani membantah, tapi ia mengutuk tindakan itu. Ia tak tahu dari kemarin, ia salah apa sama sang bos. Semua pekerjaan ia lakukan dengan baik. Perjanjian kontrak tentang pacar rahasia itu ia lakukan dengan baik. Ia selalu update di ig sang bos tentang kebersamaan sang bos dengan pacar rahasia yang menjadi tanda tanya publik. Sementara sang ibu menjelaskan pada media kalau pacar sang bos adalah anak sahabat baik suaminya. Aya hampir menangis melihat lalu lalalng kendaraan. Ia ditinggalkan di persimpangan jalan. Bahkan untuk menyebrang saja ia tak berani. " Jahat ! jahat ! jahat ! dasar bos jahat !" teriaknya "
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN