Mengenal Cahaya

1200 Kata
Aya dan Surya berhenti di sebuah kafe, Rasa kesal gadis itu belum hilang sampai di kafe ia mengambil soft drink dan meminumnya sekali teguk. Mereka tidak seperti atasan dan bawahan saat seperti ini. Seakan terjalin pertemanan sejak lama. " Siapa dia ? mantan kamu ? " tanya Surya setelah melihat Aya sedikit tenang. Aya menghela nafas, ia menoleh pada bosnya dan melempar pandangan ke samping, memandang hamparan taman kafe. Matanya nanar menatap matahari berlahan meredup. " Laki laki b******k " jawab Aya lalu meremas botol soft drinknya hingga remuk. Surya terkejut dengan tindakan Aya. Sebegitu kesal gadis di depannya sekarang. Entah kenapa, ia tertarik mengetahui kisah cinta bawahan yang baru di kenalnya itu. Tak jauh dari meja mereka, ada sepasang mata mengamati tindakan mereka. Bibirnya mengatup dan rahangnya mengeras. Tarikan nafas kasar menyiaratkan kalau ia sedang marah melihat Aya dan Surya duduk bersama di kafe itu. " Ini tidak bisa dibiarkan, gadis miskin itu tak boleh mendekati Surya " geramnya. Namun ia tak mau mendekat, wanita paruh baya yang masih segar itu melihat sekeliling suasana begitu ramai karna ada live musik. Aya tersadar setelah beberapa waktu menenangkan diri. Ia sedang bersama pak Surya atasan tertinggi di perusahaannya. " Maaf pak, saya jadi menganggu waktu bapak. Ayo kita balik pak. Biar minuman ini saya yang bayar " ucap Aya sambil mengemasi tasnya. Tapi mata Surya memintanya untuk duduk lagi. Ia terlihat tertarik menyaksikan live musik. Suara penyanyi muda yang menyanyikan lagi bergenre Blues. " Pindah kesini " titahnya agar Aya pindah duduk di sampingnya agar bisa melihat penyanyi yang di elu elukan pengunjung kafe karna kepiawaiannya menggunakan gitar listrik. Suaranya juga enak di dengar. " Nando...." ucap Aya saat melihat adiknya sedang bernyanyi di panggung kafe. " Sebentar pak, itu adik saya. Dia sudah saya larang jadi penyanyi kafe " Aya hendak berdiri tapi bahunya di tahan Surya. " Kamu mau mempermalukan adik kamu, kalau bicara nanti saja selesai ia bekerja " bisik Surya, ia ikut terbawa suasana kafe yang ikut menyanyikan lagu yang dibawakan Nando. Perih hati sedikit berkurang dengan suasana ini. Sesekali ia melihat kearah Aya yang masih merengut memandang sang adik yang tengah asik mengajak penonton menyanyi. Lucu sekali wajah yang membulat itu. " Jelek..." ujar Surya sambil menowel pipi Aya, seolah olah mereka memang teman lama. Aya juga tak sadar kalau di sampingnya itu adalah atasannya. Ia menajamkan tatapannya pada sang bos. Surya malah tersenyum. Dikejauhan terlihat Aya sedang merajuk pada kekasihnya. Wanita yang dari kejauhan melihat Aya itu adalah Nyonya Rachel, ibu Surya. Ia mengepalkan tangannya. Pertunjukan selesai. Aya buru buru ke belakang panggung, menunggu adiknya turun. Dengan berkacak pinggang, ia menunggu sang adik menghadap padanya. " Nando..! " teriaknya. sang adik langsung sadar mendengar suara yang memanggilnya. Ia terkejut dan berbalik dengan wajah cemas. " Kak Aya..." ujarnya gugup. " Selamat permainan kamu bagus sekali, saya mau mengundang kamu latihan bersama saya " ucap Surya sambil mengulurkan tangannya pada Nando. Nando membalas jabatan tangan Surya sambil menatap sang kakak yang belum merubah mimik. " Ya..pak, kalau saya diizinkan kakak saya " " Jangan kuatir, saya akan berikan gaji lebih untuk Cahaya atas izin itu. kenalkan saya atasan Cahaya, Surya " Aya tampak sudah tak sabar menghukum adiknya. Ia menarik tangan Nando keluar kafe. Surya tetap mengikutinya sambil geleng geleng kepala. " Maaf pak, saya akan pulang dengan adik saya " ucap Aya meminta Surya meninggalkan ia dan adiknya. " Pulang pakai apa kak, aku kesini nebeng temen " " Biar saya antar " tawar Surya yang disambut gembira oleh Nando. " Terima kasih pak " ucap Nando sambil mengikuti langkah Surya menuju mobilnya. Aya menarik tangan Nando agar berhenti. " Nggak usah pak, kami bisa naik go car " sanggah Aya. Surya berdehem meminta Aya tak menolak permintaannya. " Ini perintah Aya, bukan tawaran. Kebetulan saya mau menginap di rumah teman saya tidak jauh dari tempat tinggal kamu " Aya terpaksa masuk ke dalam mobil Surya bersama Nando. Dalam mobil Aya meneruskan omelannya. " Kamu itu kakak suruh serius kuliah..KULIAH, bukan jadi penyanyi kafe !" bentak Aya. " Aku cuma mau mengurangi beban kakak, biar kakak nggak harus ambil shift lembur untuk biaya kuliah Nando " " Itu urusan kakak Ndo, tugas kamu itu belajar demi masa depan kamu. Kakak takut kalau kamu keasikan cari uang sampai lupa sama pendidikan kamu " Surya melirik kaca yang memperlihat adik kakak yang sedang berdebat itu. Ia kembali tersenyum, entah kenapa ia merasa beban hatinya berkurang saat bersama Aya. Sejak pagi tadi pikirannya kacau saat membaca postingan teman temannya yang memberi ucapan selamat atas kehamilan Eidel. Satu jam perjalanan mereka sampai di depan rumah Aya. Aya dan adiknya turun. " Terima kasih pak " ucap Aya dan Nando kompak. Surya ikut keluar dan memanggil Aya. " ID Card kamu " Surya menunjukan ID Card Aya. Aya mendekat dan mengulurkan tangan, tapi Surya malah mengalungkan ID Card itu ke leher Aya, seseorang yang ada dalam mobil yang sejak tadi menguntit mobil Surya memukul kemudi. Nyonya Rachel menatap tajam Aya yang mengangguk hormat pada Surya. " Awas kamu gadis miskin " geramnya kesal. Surya kembali menjalankan mobil menuju rumah temannya yang berprofesi sebagai seorang dokter. Ia berdinas di puskesmas dekat teman tinggal Aya. Dokter Fandi akan setia mendengarkan curhatan Surya setiap kali sahabatnya itu datang berkunjung. " Mau cerita kesedihan kamu atas kehamilan Eidel " sambut Fandi saat menyambut Surya yang datang dengan wajah datar. Ia sudah terbiasa dengan sahabatnya yang belum move on itu. " Jangan mulai, aku mau menenangkan diri disini " ucap Surya sambil menanggalkan sepatu dan berbaring di sofa. Mereka berada di lantai dua dimana jendelanya menghadap halaman rumah Aya. " Oke...mau kopi ? " tawar Fandi sambil menyibak jendela. Langit terlihat kemerahan. Ia teringat dengan sebuah nama yang akhir akhir ini mengusik hatinya. Cahaya Senja. Kakak dari pasiennya yang sering menyambanginya cuman minta paracetamol. Fandi meletakkan dua gelas kopi diatas meja. Ia kembali ke jendela sambil melihat ke arah jalan. Biasanya senja begini, ia melihat Aya berlari kecil menghindari hujan. " Kenapa kamu ? lagi jatuh cinta ? " tanya Surya saat melihat temannya senyum senyum sendiri. Fandi melebarkan senyumnya, ia merasa sudah move on dari mantannya dan menemukan seseorang yang akan ia kejar cintanya. Maklum wanita itu terkenal galak sama laki laki. Surya duduk dan meraih kopinya, ia meneguk kopi yang masih panas itu. " Ya...namanya unik. CAHAYA SENJA " Surya menyemburkan kopi yang baru diminumnya. Itu nama bawahannya yang sedari pagi mereka habiskan waktu bersama. " Uhuk..uhuk..." Surya terbatuk dan menekan dadanya terasa panas. " Kenapa ? kamu kenal ? atau ikutan naksir. Ingat peraturan kita Sur, tidak boleh menikung teman soal cinta " " Aku belum bisa melupakan Eidel " tanggap Surya, ia meletakkan kopi dan iku berdiri memandangi jendela. Ia melihat Aya sedang membimbing ibunya masuk dan memarahi adik perempuannya yang baru pulang. " Kedua adiknya memanggilnya kak Ros, saking galaknya. Aku pernah lihat dia memarahi cowok adiknya " Surya tersenyum tipis. Ia memang baru mengenal Aya. Tapi entah kenapa seharian tadi seolah olah mereka telah mengenal lama. " Dia bawahanku " beritahu Surya. " Bagus kalau begitu, aku dengar dari adiknya kalau dia anti pacaran sama bos bos eksekutif seperti kamu. Dia pernah terluka oleh mantannya seorang pimpinan perusahaan "
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN