Uang adalah segalanya

1098 Kata
David cukup yakin, Sea akan setuju mengugurkan anak itu. Lagi pula Sea tidak punya pilihan lain jika memaksa ingin melanjutkan pernikahan. Bagaimanapun, anak itu hanyalah hasil dari aib yang tidak seharusnya ada, sebuah kenangan dari kejadian mengerikan yang pastinya tidak mau diingat. Setibanya di rumah sakit, David mendapati Sea berbaring di ranjang dengan wajah pucat. “Sea … Sayang. Bagaimana kondisimu?” tanyanya penuh rasa khawatir. “Tidak ada yang serius. Aku hanya pingsan karena anemia.” Sea mengulas senyum. Bertemu dengan David, setengah nyawanya seakan kembali. Kesedihan yang sempat hadir perlahan lenyap tak berbekas. Di belakang David, Sharon menatap dengan jijik sambil bicara, “Badanmu terlalu kecil, lain kali makan yang banyak. Aku ingat, setiap kali pergi berkencan, David memberimu makan daging.” David menoleh ke belakang, buru-buru menyela, “Ma! Sudahlah!” teriaknya sedikit lantang. “Kenapa, itu kenyataannya kan. Mama selalu lihat struk di saku celanamu. Kalian makan steak hampir tiap kencan!” Sea terlonjak kaget, dia menoleh pada David seakan meminta penjelasan. Tapi David membuang muka dan menatap Sharon dengan tajam. “Lebih baik Mama keluar. Aku ingin bicara dengan Sea,” ucap David tanpa mengendurkan tatapan tajamnya. Sharon kesal dan langsung berbalik. Jika bukan karena satu miliar, pasti dia sudah mengambil kesempatan untuk menampar wajah Sea. “Maaf, Sayang. Mood mama akhir-akhir ini sering berantakan.” David membuka paper bag yang dia bawa, mengambil sekotak s**u dari dalam lalu menuangkannya ke gelas dan memberikan pada Sea. “Jadi … bagaimana, Sayang?” Dia bertanya dengan hati-hati. “Janin itu masih kecil, lebih baik digugurkan saja.” Senyum di wajah Sea langsung luntur. Dia tidak pernah membayangkan David akan menyuruhnya melakukan sesuatu yang tak terbayangkan. "Tidak bisa, David," suara Sea bergetar. "Anak ini tidak bersalah." Matanya kembali berkaca-kaca, raut kecewanya tercetak jelas. David hanya berdiri kaku, matanya menatap Sea, tapi tak ada empati di sana. Hanya keinginan untuk menghapus kesalahan yang menurutnya tidak layak dibawa ke dunia. Namun bagi Sea, anak itu tidak selayaknya menanggung semuanya. “Sea … berhentilah, berhenti menangis.” “Aku tidak bisa … aku tidak bisa membuangnya.” David hampir saja mengerang kesal. Namun, demi satu miliar, dia menahan semuanya. Bagi David, soal anak bukan masalah besar—dia bisa saja diam-diam membuat Sea keguguran tanpa diketahui siapapun. Jahat, memang si berengsek ini. “Baik, oke … oke. Kita akan membesarkannya. Kita akan merawatnya dengan baik. Sekarang berhenti —” Belum sempat David meneruskan, beberapa orang pria berkaos hitam masuk ke dalam ruang rawat inap sambil membawa beberapa koper besar. Di belakang mereka, Kaizen mengikuti dengan langkah tegak penuh wibawa. “Kau kekasihnya?” tanya Kaizen tanpa basa-basi. David mendadak bingung. Berendalan mana yang nyelonong masuk tanpa izin. "Kau siapa?" tanyanya sedikit ketus. Melihat Kaizen datang, Sea yang sejak tadi berbaring di ranjang, merasa gelisah. Ia bisa merasakan ancaman yang tak terlihat tapi nyata datang dari pria itu. Kaizen tidak menjawab pertanyaan David. Sebaliknya, dia menoleh pada anak buahnya dan memberi perintah untuk membuka semua koper. David langsung terbelalak, melihat tumpukan uang dengan mata berbinar-binar. "Lima miliar cash," ucap Kaizen dengan nada dingin, suaranya penuh dengan otoritas. "Kompensasi dariku. Batalkan pernikahan kalian, sekarang." David tak bisa mengalihkan pandangannya dari uang yang menggunung di depannya, matanya berbinar penuh nafsu. Lima miliar bukan jumlah kecil, nominal itu bahkan lima kali lipat dari warisan yang dimiliki Sea. Dengan uang sebanyak ini, dia bisa mengembalikan kejayaan nama keluarga Horton. Pikirannya penuh dengan ambisi, namun tenggorokannya terasa kering, dan dia menelan ludah dengan kasar. Di belakangnya, Sea mulai gemetar. Dia bisa merasakan ancaman yang semakin mendekat, seolah Kaizen mencengkeram masa depannya dengan erat. Perasaan tidak enak membungkusnya, membuat nyalinya ciut. "Dia... tidak akan menerima uang darimu!" kata Sea lantang, meski nada suaranya goyah. David kembali menelan salivanya, perutnya mual. Ujung mata Kaizen sejak tadi memperhatikan gelagat David, hanya sekilas, tapi dia bisa melihat ambisi dan keserakahannya. Sudut bibir Kaizen terangkat tipis. Dia merasa menang. "Benarkah?" ujar Kaizen dengan suara rendah namun penuh tekanan. "Kau menolaknya, dan lebih memilih membesarkan benihku yang tumbuh dalam perut calon istrimu?" sindirnya dengan tajam. David tersentak, lalu menoleh pada Sea hendak meminta penjelasan atas perkataan Kaizen, tapi Sea sudah kehilangan kata-kata. Ketakutan membelenggunya, dan dia tahu, David mungkin akan tergoda oleh tawaran Kaizen. Setelah momen yang terasa panjang, David akhirnya bertanya, suaranya dipenuhi kebingungan, "Anda... ayah anak itu?" Kaizen engan menjawab, namun kebungkamannya sudah cukup untuk memberikan David jawabannya. Semua jelas. Wajah David langsung memerah, lalu tiba-tiba dia menggeram marah. "Berengsek!" bentak David, amarahnya meluap. "Kau sudah menidurinya, kau membuatnya trauma dan menderita. Kemana saja kau selama ini?" Suaranya keras, matanya menyala penuh kemarahan. Sea tersentak kaget, matanya membola mendengar David memaki Kaizen dengan lantang. Namun Kaizen masih telihat tenang, tidak ada emosi di wajahnya. Sorot matanya dingin tanpa ada penekanan apa pun. Setelah beberapa saat, dia berbicara lagi, kali ini dengan nada yang lebih meremehkan. "Lima miliar... kau mau atau tidak?" tanyanya, suaranya tajam dan penuh sindiran. David yang sebelumnya marah-marah, tiba-tiba menghentikan omelannya. Sorot matanya berubah, tak lagi setajam sebelumnya. Ada keraguan, tetapi lebih dari itu, ada keinginan untuk meraih tawaran yang luar biasa itu. Melihat perubahan di wajah David, Kaizen melanjutkan, "Tidak mau? Baiklah. Ada supercar di luar. Aku tambahkan satu villa di Vailate." David menelan salivanya kuat-kuat. Damn! Kepalanya berputar memikirkan semua yang ditawarkan. Ini bukan hanya soal uang lagi. Persetan dengan cinta dan Sea. Dia menatap tumpukan uang di depannya sejenak, lalu menoleh pada Sea. “Sea, menikahlah dengannya. Dia berusaha bertanggung jawab.” Kata-kata itu menghantam Sea seperti palu godam. Dunianya seketika hancur. Bibirnya bergetar, air mata memenuhi sudut matanya. Kaizen yang berdiri di sampingnya, tersenyum mengejek. “Lihat? Pria yang kau banggakan itu. Pada akhirnya, semua orang tunduk pada kekuasaan. Uang adalah segalanya.” Sea tetap diam, tapi tangannya mengepal erat, menahan amarah. Matanya tak lepas dari kekasihnya, yang sekarang terpaku pada koper berisi uang di depan mereka. “Kau serius, David?” suara Sea terdengar serak, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. “Dia sudah mau bertanggung jawab. Kenapa kau malah mengeluh? Apa kata orang jika aku membesarkan anak orang lain. Jangan egois, Sea.” Lagi. Ucapan itu menusuk hati Sea lagi. Tak pernah terlintas dalam pikirannya bahwa David, pria yang selama ini dicintainya, akan memilih uang lima miliar dan supercar dari Kaizen dibanding dirinya. Kaizen, pria dingin yang selalu terlihat puas saat melihatnya tak berdaya, tersenyum tipis. Akhirnya dia bisa meruntuhkan harga diri Sea. Kesombongannya bicara tentang cinta dan kesetiaan .... ah, sialan. Itu hanya bualan belaka. Kenapa dia bisa terpedaya begitu saja? “David… kau pernah mencintaiku?” Suara Sea bergetar, matanya sudah basah dan sembab.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN