Sudah satu tahun. Kehidupan Kaizen berlanjut dengan ritme yang baru. Tanpa ada suara tawa Sea yang mengisi rumah, tak ada kehadirannya, tak ada omelan kecilnya yang dulu terasa mengganggu tapi kini justru dirindukan hingga terasa sesak di d**a. Dia rindu, sangat. Bohong kalau Kaizen baik-baik saja. Dunianya hancur, nyaris berkeping-keping. Meski begitu, pria itu tetap berusaha untuk waras, hidupnya tetap harus bertahan, bukan untuk dirinya, tapi demi putranya, Deggo. Malam itu seperti biasa, Kaizen melangkah masuk ke kamar putranya. Cahaya lampu kecil memantul di dinding berwarna pastel, menciptakan suasana yang tenang. Imelda, menyapanya dengan suara pelan. “Tuan….” bisiknya, tidak ingin mengganggu. Kaizen hanya mengangguk ringan, langkahnya tetap menuju ke arah box bayi di sudut