Namanya Sea Aguilera Lynn

847 Kata
Sebenarnya, kedatangan Kaizen ke YG hanya untuk melihat tatanan perusahaan yang baru. Beberapa hari lalu, dia menerima laporan bahwa William sudah mengatur ulang tatanan perusahaan sesuai keinginannya. Dan disinilah dia sekarang. Memeriksanya langsung. “Selamat datang Tuan Lycus. Maaf kami tidak bisa memberikan sambutan yang baik.” Seorang pria menyapanya dengan sopan. Namanya William, direktur YG yang baru sekaligus orang kepercayaan Kaizen. “Kami datang tanpa janji, tidak perlu segan,” jawab Kaizen santai. Dipandu oleh William dan beberapa petinggi, Kaizen berjalan melewati awak media yang berkerumun di lobby. Sepertinya, kedatangannya ke YG sudah tercium jauh sebelum dia tiba. Namun Kaizen memilih mengabaikan dan tidak berkomentar apapun sampai mereka tiba di depan lift. “Maaf, Tuan Lycus.” William tiba-tiba berbicara. “YG tidak memiliki lift khusus, karena itu … sepertinya kita perlu menunggu sebentar sampai liftnya turun,” lanjutnya sopan. Kaizen tidak masalah dengan itu. Dia paham, YG memang belum sebesar SIG atau anak perusahaan yang lain. Wajar jika mereka tidak punya lift khusus untuk para petingginya. Beberapa detik menunggu, pintu lift akhirnya terbuka. Namun suasana yang tenang seketika pecah oleh teriakan dari dalam. "Ada yang pingsan, apa ada yang bisa menolong?" teriak seseorang dengan nada panik. Dua orang wanita tampak berdiri di dalam lift dalam kondisi bingung, sementara satu orang lagi bersimpuh di lantai, memeriksa seorang wanita yang tergeletak tak sadarkan diri. Wajah-wajah panik mulai memenuhi ruang sempit itu, dan bisikan-bisikan cemas mulai terdengar. "Astaga! Bagaimana bisa ada insiden begini?" seseorang bergumam, nadanya jelas menunjukkan kepanikan. “Siapa … siapa yang sedang bermain trik murahan?" suara lain terdengar, penuh kecurigaan. Mereka mencoba mengintip lebih dekat, tetapi wajah wanita yang pingsan tidak terlihat dengan jelas. "Cepat panggilkan orang!" teriak yang lain. Namun seruan itu hanya menggema tanpa tindakan nyata. Tidak ada yang berani bergerak, seolah takut salah melangkah di hadapan Kaizen. Kaizen, yang hanya berdiri beberapa langkah dari lift, mengamati insiden tersebut dengan rahang yang mulai mengetat. Dia paling benci hal-hal seperti ini—drama murahan yang sering kali hanya bertujuan mencari perhatian atau simpati. Namun, dia tahu ada wartawan yang masih berkeliaran di lobby. Jika insiden ini tidak ditangani dengan benar, skandal bisa meledak di media dalam hitungan menit. Dengan nada dingin, Kaizen akhirnya memerintahkan, "An, antar dia ke rumah sakit. Pastikan ini tidak menjadi berita besar." Anderson hanya mengangguk, langsung melaksanakan perintah. Namun, sebelum beranjak, Kaizen menambahkan dengan suara yang lebih rendah, hampir seperti ancaman, "Jika terbukti dia bermain trik, dipecat tanpa pesangon!" - - Sea mematung, tubuhnya membeku oleh kenyataan yang baru saja diungkapkan dokter. "Anda hamil, Nyonya. Selamat, ya!" Suara dokter wanita terdengar seperti guntur di tengah hari. Kabar buruk datang dan menghantam kesadarannya dengan kuat. Dengan jantung yang berdetak cepat, Sea mencoba mengumpulkan sisa-sisa ketenangan. "Saya... saya kenapa, Dokter?" suaranya bergetar. Dokter itu tersenyum lembut, mengulangi kabar yang sudah dilontarkannya. "Usia janin Anda sudah 6 minggu. Dan sejauh ini, semuanya sehat." Tangan Sea bergetar, bibirnya kelu. Dia menatap pria berjas hitam yang berada di sampingnya. Saat Sea sadar sepuluh menit lalu, pria itu belum ada di sana, mungkin sedang mengurus sesuatu. Tapi saat dokter datang membacakan hasil pemeriksaan, pria itu sudah berdiri di sampingnya dengan ekspresi formal dan tenang. "Saya Anderson, asisten Tuan Kaizen," katanya memperkenalkan diri. Siapa Anderson, dan siapa Kaizen. Sea tidak peduli. Kepalanya sudah penuh dengan kabar kabar mengejutkan tentang kehamilannya. Air matanya tumpah tak terbendung. Anderson melanjutkan, "Anda pingsan di lift kantor. Saya yang membawa Anda ke sini." Sea belum punya daya untuk merespon. Telinganya berdengung seolah-olah semua suara dunia telah memudar. Anderson tampak ragu sebelum berkata lagi, "Selamat atas kehamilan Anda, tapi saya harus segera kembali ke kantor. Apakah saya perlu menghubungi suami Anda?" Tangis Sea pecah mendengar kata ‘suami’. Tidak ada suami. Tidak ada siapapun yang bisa ia minta pertanggungjawaban atas anak yang kini tumbuh di dalam rahimnya. Pria yang memperkosanya malam itu? Tidak mungkin ia menuntut apapun darinya. Sea bahkan tidak bisa mengingat wajah pria itu dengan jelas, hanya rasa sakit dan kehinaan yang masih terasa segar di benaknya. Pikirannya beralih ke David, kekasih yang selama ini selalu berada di sisinya. David sudah memaafkan Sea sebelumnya, dia bahkan menentang keluarganya. Tapi bagaimana jika pria itu tahu Sea telah hamil anak pria lain? Sea tidak bisa menahan air matanya lebih lama. Pikirannya penuh dengan ketakutan dan kecemasan tentang masa depannya, tentang hubungan mereka yang mungkin tidak lagi bisa diperbaiki. Anderson semakin bingung. Seharusnya, kehamilan ini membuat Sea bahagia, tapi tangisannya justru terdengar histeris. “Nona… Anda baik-baik saja?” tanyanya hati-hati, berharap mendapat jawaban. Namun, Sea tidak merespons, hanya terisak dalam kesedihan. Anderson juga tidak bisa diam saja. Dia harus segera kembali ke YG, tapi tidak mungkin meninggalkan Sea di rumah sakit sendirian tanpa pendamping. Pada akhirnya, yang bisa dia lakukan hanya mencari data diri Sea. Berharap bisa menemukan kontak keluarga atau kekasih yang bisa dihubungi. Namun, ketika dia membaca hasil data itu, Anderson terkejut. Tidak ada nomor telepon keluarga, tidak ada kontak darurat, dan yang paling mengejutkan—status wanita itu single. “Tunggu, siapa namanya tadi?” Anderson setengah bergumam, membuka kembali data diri Sea dan membacanya ulang. ‘Sea Aguilera Lynn’
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN