Hanya bisa menyelamatkan salah satunya. Omong kosong apa itu? Ruangan terasa membeku. Kata-kata dokter menggema di kepala Kaizen, menghancurkan segala logikanya. Rahangnya mengatup erat, tubuhnya terasa membatu. “Kau bercanda kan? Katakan kau hanya membual?!” suaranya pelan, tetapi penuh ancaman yang dingin. Dokter menunduk, terlihat bersalah. “Kami sudah mencoba yang terbaik, tetapi kondisi ini di luar kendali kami. Racunnya sangat mematikan, dan waktu terus berjalan.” Kaizen tidak bisa menjawab. Otaknya seperti berhenti bekerja. Bayi mereka, harapan baru yang sudah lama ia nantikan, dan Sea… wanita yang menjadi pusat dunianya. Bagaimana mungkin dia harus memilih? Pilihan ini seperti menusuk jantungnya dengan ribuan belati. “Dia … tahu soal ini?” akhirnya Kaizen bertanya, suaranya