Bayangan Perusak

1170 Kata
Niko melajukan mobilnya ke apartemen Laura. Dia sudah berjanji pada gadis pujaannya itu untuk memperbaiki hubungan mereka. Dia pun ingin meyakinkan hatinya kalau selama ini dia benar saat memilih bersama Laura. "Eh kirain ga jadi dateng," kata Laura saat dia membuka pintu dan mendapati Niko sedang berdiri di depan pintu apartemennya. "Jadi donk, kan udah janji. Kita jadi nonton kan?" tanya Niko sambil melangkah masuk ke dalam apartemen Laura. "Nanti habis nonton, temenin aku ketemu ama temen-temenku bentar ya, Nik. Kebetulan lagi ada yang ulang tahun neeh di kafe." "Ok, hari ini aku ama kamu sayank." Niko menunggu Laura berganti baju. Dia duduk di sofa ruang tengah. Beberapa saat menunggu, dia sudah melihat Laura sangat cantik dengan menggunakan dress warna soft pink dan cardigan warna putih. Laura pun menggandeng lengan Niko sambil bergelayut manja. Niko berjalan dengan Laura dengan perasaan bangga. Dia bisa menggandeng gadis cantik yang membuat semua mata memandang iri pada mereka. "Kita mau nonton dulu ato mau makan dulu?" tanya Niko saat mereka sedang berkeliling mall. "Nonton aja dulu, kan ntar makannya di ulang tahun temenku. Kita beli camilan aja buat nonton," jawab Laura yang masih bergelayut manja di lengan Niko. Mereka berjalan menuju gedung bioskop sambil sesekali mereka melihat-lihat toko yang memamerkan semua barang dagangan mereka. Mata Niko terpaku pada seorang gadis yang sedang duduk di depannya dengan seorang wanita. Gadis berkerudung panjang dan sedang tersenyum itu tampak sangat bahagia. "Andini," gumam Niko pelan. Matanya masih terus menatap gadis berkerudung itu, sampai posisi mereka kini sudah dekat. "Oh bukan. Ah kupikir Andini tadi," kata Niko dalam hati. "Sayank, kok jalannya ke sini sih. Kamu mau ke toilet?" tanya Laura yang mambuyarkan pikiran Niko. Niko melihat sekitar, dia tidak sadar ke mana dia berjalan. Ternyata dia berjalan ke arah toilet setelah penasaran dengan sosok gadis berkerudung itu. "Oh iya, aku pengen ke toilet. Bentar ya," kata Niko beralasan. Dia pun akhirnya masuk ke toilet dan berdiri di depan kaca wastafel. "Ga, aku ga suka ama Andini. Dia udah kaya setan aja masuk ke pikiranku. Ga! Aku cinta Laura. Aku akan tetap memilih Laura!!" Niko meyakinkan dirinya. Setelah menentukan film yang akan ditonton, Niko segera membayarnya. Saat mengeluarkan dompet, ada sesuatu yang ikut keluar dari dalam sana. "Apa ini?" tanya Laura sambil dia memunggut benda yang jatuh dari saku Niko. Niko melihat benda yang dipegang Laura. Surat dari Andini, "Oh, ini dari temen," jawab Niko sedikit gugup sambil memasukkan surat itu ke saku celananya. "Temen yang mana? Kok masih pake surat sih, emang temenmu ga pake ponsel yank?" "Ya gitu deh. Cuma pesen doank kok. Urusan kerjaan," Niko berbohong lagi. Laura hanya manggut-manggut tanda dia percaya dengan apa yang dikatakan kekasihnya. Mereka pun akhirnya masuk ke studio film. Lampu mulai di gelapkan dan film mulai diputar. Laura menyandarkan kepalanya di lengan Niko. "Sayank, kenapa kamu memilih menutup semua auratmu?" tanya sang pemain film pria di layar. "Aku hanya ingin suamiku lah yang melihat kecantikanku. Aku terlalu pelit untuk membagikan pesonaku untuk lelaki di luaran sana. Aku hanya akan bangga menunjukkan segalanya bagimu dan itu kehormatanku," ucap sang artis. "Kehormatan? Kebanggaan? Apa ini juga prinsip yang dianut Andini sampai dia memilih berpakaian seperti itu?" kata Niko dalam hati. Niko terus menikmati cerita di film yang dia tonton. Dia bahkan lupa ada Laura di sampingnya. "Serius amat sayank tadi nontonnya, bagus ya filmnya?" tanya Laura saat mereka berjalan keluar dari bioskop. "Iya, lumayan ... bisa buat pembelajaran kita untuk berkeluarga nanti. Hmm kira-kira kalo kita udah nikah nanti, kamu mau berkerudung kaya yang di film tadi ga yank?" tanya Niko balik. "Haah, berkerudung? Aduh ga deh, gerah sayank. Jakarta panas banget. Pake baju gini aja aku masih kegerahan, apalagi yang ketutup gitu." "Hmm iya juga sih, yang penting pakaianmu harus sopan ya," kata Niko sambil melingkarkan tangannya di pundak Laura. Mereka kini ada di kafe. Kafe dimana teman-teman Laura berkumpul. Laura langsung heboh saat melihat beberapa temannya sudah datang. "Wah, itu cwo lu, Ra?" tanya salah satu teman Laura. "Iya, kenalin ini Niko pacar gw, kerenkan? Awas ya jangan digebet. Sayank ini temen-temen aku," kata Laura memperkenalkan Niko ke teman-temannya. Niko hanya tersenyum dan menyapa teman Laura. Tak seberapa lama pun, Laura sudah sibuk dengan teman-temannya. Laura bahkan membuka cardigannya yang ternyata menutupi lengan dan punggungnya yang terbuka. Niko kaget dengan gaun yang digunakan Laura, tapi temannya yang lain juga memakai gaun yang sama. Niko hanya menghela napas dalam, melihat pakaian yang dipakai kekasihnya. Sebuah pesan masuk ke ponsel Niko. Niko membuka pesan itu, penasaran apa yang diinginkan Jojo kepadanya. "Bidadari turun dari langit ... cantik banget." Bunyi pesan Jojo. Tak lama kemudian, Jojo mengirimkan sebuah foto. Foto Andini yang sedang tersenyum lebar dan tampak ngobrol dengan teman perempuannya. "Lu stalking dia ya? Ga guna banget sih," balas Niko. "Ngapain juga stalking dia, gw lagi di kafe bareng dia. Kalo kakak gw ga mau ama dia, boleh donk gw yang gantiin." Ada gemuruh datang melanda d**a Niko. Rasa marah dan kesal membaca pesan dari adiknya. Dia merasa adiknya akan merebut lagi apa yang seharusnya menjadi miliknya. "Ambil sono. Gw ga butuh!!" Niko membanting ponselnya. Dia nampak kesal dan moodnya benar-benar rusak. Dia mengambil kopi di atas meja lalu segera penyeruputnya. "Aduuh ... panas banget. Bisa bikin kopi ga sih!!" gerutu Niko menahan kesal sambil meletakkan kopinya sedikit keras di meja. Niko mencoba mengalihkan perhatian. Dia melihat Laura yang sedang asik bercanda dengan temannya. Ada banyak tawa di sana, tawa yang membuat Niko tersenyum sendiri melihat kecantikan Laura. Tapi sudut mata Niko terkadang masih menatap ponsel yang ada di atas meja. Dia masih ingin melihat Andini hari ini. Diambilnya ponsel itu dan dibuka lagi foto Andini. Dia mencoba membandingkan Andini dan Laura. "Cantik Laura, seksi Laura, tapi kenapa senyumnya membuat hatiku hangat?" kata Niko pelan. Niko terus melihat foto itu, memperbesarnya untuk mencari tahu di mana letak keburukan gadis itu. Tidak ada, tidak ada keburukan. Semua perfek di mata Niko. Hanya satu yang mengganjal, gengsi Niko terlalu besar untuk mengakuinya. *** Hari sudah mulai malam, Niko mengajak Laura pulang. Dia tidak ingin gadisnya pulang terlalu malam. "Sayang, kita lanjut karaoke yuk? Anak-anak pada Ok neeh," rajuk Laura. "Haah karaoke? Cwe semua?" tanya Niko sedikit kaget. "Iya lah. Mau ya?" "Aku ga bisa, aku anter aja ya ke sana. Aku disuruh mama pulang soalnya." "Haahh!! Disuruh mama pulang? Mas, kamu bukan anak kecil lagi kan. Masa iya mamamu masih ngatur begitu." "Udahlah, ayo aku anterin. Nanti aku yang bayarin room kalian ya." kata Niko tidak ingin memperpanjang masalah. Niko mengantar Laura ke salah satu tempat karauke keluarga. Dia merasa tidak enak karena harus meninggalkan Laura sendirian, tapi Niko memang bukan tipe orang yang suka dengan hiburan seperti ini. Dari dulu hidupnya tidak seperti ini. "Kamu yakin ga mau gabung?" tanya Laura yang akan mengantar Niko. "Iya, sorry ya aku ga bisa temenin. Kamu ga papa kan pulang bareng temenmu?" "Ga papa sih. Makasih ya udah bayarin roomnya buat kami." Niko meninggalkan Laura. Dia tidak nyaman di tempat seperti itu. "Gak! Bukan yang kayak gini yang aku cari!" gumam Niko sambil menyalakan mobilnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN