Demi Nyai

1201 Kata
"Berkas ini, Pak?" tanya Rivan. Niko melihat berkas di tangan Rivan. "Iya. Semalam ketinggalan di mobil. Kirim segera ke Bandung sekarang." "Baik, Pak. Akan saya kirim sekarang juga, agar besok bisa sampai." "Besok? Ga bisa sampai hari ini?" "Ga bisa pak. Kan harus masuk kantor pusatnya dulu." Niko melihat jam di arlojinya, "Masih jam 2, masih sempat kalo ke Bandung sebentar," ucap Niko lirih. "Jadwalku jam berapa?" "Nanti ada meeting dengan Pak Jaya jam 7 malam, Pak." "Kita ke Bandung sekarang," kata Niko sambil menyambar jas dan tas kerjanya. “Sekarang, Pak?” tanya Rivan kaget. “Ya iyalah. Masa taun depan!” "Siap pak." Niko sudah ada di dalam mobil. Kali ini Rivan yang menyetir tanpa sopir kantor. Niko membawa map itu di tangannya. Bayangan senyum manis Andini sudah melintas di wajahnya. Senyum manis yang membuat hati Niko cenat- cenut. Ponsel Niko berdering, dia mengambil ponsel itu dari dalam saku jasnya. Ada nama Laura di sana. "Iya, sayank," sapa Niko. "Nik, kamu di mana? Kita makan malam lagi ya nanti," tanya Laura di seberang. "Kayanya ga bisa. aku lagi perjalanan ke Bandung sekarang." "Hah, ke Bandung lagi?" "Iya ada urusan di cabang Bandung. Aku harus ke sana." "Hmm, kamu selalu gitu. Kalo pulang hubungi aku ya." "Iya sayank, maaf ya." Niko mematikan ponselnya, dia mendapati mata Rivan sedang melihatnya dari kaca. "Apa kamu liat-liat," kata Niko sedikit kesal. "Gak, Pak. Kita lanjut ke Bandung, Pak?" "Lanjut, Andini sudah nunggu." Sepanjang perjalanan, Niko memilih tidur. Dia tidak ingin kelihatan lelah saat tiba di Bandung. Niko juga sempat memikirkan kira-kira gaya apa yang akan dia lakukan saat bertemu Andini nanti. Harus cuek atau harus biasa aja. Ternyata, gadis tanpa pesona itu benar-benar bisa membuat Niko jadi bingung. "Pak, kita sudah sampai," kata Rivan saat dia sudah menghentikan mobilnya. "Langsung ke sekolah aja," jawab Niko tetap sambil memejamkan mata. "Kita sudah parkir di sekolah Bu Andini, Pak. 15 menit lagi sekolah bubar." "Haahh!! Kenapa ga bilang kalo udah di sini." Niko segera membuka matanya dan merapikan penampilannya. Dia melihat cermin di mobilnya lalu melihat setiap inci wajahnya. "Masih ganteng kok," kata Niko pelan "Saya akan menunggu di luar, Pak," kata Rivan saat melihat bosnya menyisir rambut. "Ga usah! Biar saya yang nunggu di luar. Kita ga lama. Habis ketemu langsung balik ke Jakarta." "Siaap, Pak." “Niat banget si Bos. Katanya gak demen, tapi Jakarta Bandung di terobos aja,” gumam Rivan saat dia masuk lagi ke mobil. Sudah mulai terdengar keramaian murid yang keluar dari gedung sekolah Tapi hanya satu yang ingin mereka lakukan, mereka ingin segera pulang dari sekolah ini. Dari jauh, Niko melihat kibaran kerudung Andini. Gadis itu sedang berjalan bersama dua orang lainnya. Andini terlihat sedang berbincang dan sesekali tertawa dengan seorang pria di sampingnya. Mata Niko memanas melihat pemandangan itu. Bagaimana mungkin gadis yang dinilainya santun ternyata genit. "Loh, Mas Niko? Kapan dateng, Mas?" tanya Andini saat tau Niko ada di sekolahnya. "Barusan. Kamu udah mau pulang kan?" tanya Niko. "Iya. Eh ya, kenalin Mas, ini Laras sahabat aku dan ini Pak Adis, guru olah raga di sekolah." Andini memperkenalkan teman-temannya ke Niko. "Kita pulang bareng?" tanya Niko, "Berkasmu ada di dalem," lanjutnya. "Aduh maaf banget, Mas, sore ini aku ada penataran guru. Nih mau berangkat ke sana." "Oh, gitu. Ya udah deh, aku ambilin dulu ya berkas kamu." Niko masuk ke dalam mobilnya dan mengambil berkas milik gadis berkerudung itu. Niko menyerahkannya dan ucapan terima kasih terdengar dari bibir manis milik Andini. "Mas, kami berangkat dulu ya. Takut telat. Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumussalam," jawab Niko penuh rasa kesal. "Ga sopan banget, udah dianterin sampe ke sini, cuma bilang makasih doank!! Cwe ga jelas!!" gerutu kesal Niko. "Kita ke mana, Pak?" tanya Rivan. "Pulang!!" jawab Niko marah sambil mengendurkan dasinya lagi. "Awas ya ... Kamu bakal rasain akibatnya!!" kata Niko dalam hati. Dia mencoba untuk memejamkan matanya lagi dan menurunkan emosinya. Rivan yang duduk di balik setir hanya bisa tersenyum melihat kemarahan bosnya karena penolakan Andini. *** "Din, ga papa tuh kamu ga nemuin Niko? Kayanya tadi dia kecewa loh," kata Laras saat mereka berkendara bersama. "Kecewa kenapa? Emang aku ngapain?" tanya Andini di balik kemudi. "Ya karena kamu ga mau nemuin dia. Ya paling ga kan harus ngajak dia makan dulu gitu." "Harus ya? Dia udah punya pacar, Laras. Lagian kan aku emang lagi sibuk sekarang." "Aduh repot ya emang ngomong ama orang yang ga pernah kenal ama cowok. Din, dia udah luangin waktu dia buat anterin berkasmu ke sini. Jakarta Bandung itu lumayan loh. Kalo dia ga niat ke sini buat nemuin kamu, dia pasti bakal nyuruh orang di kantornya buat nemuin kamu. Ini dia malah dateng sendiri loh." "Kamu salah. Kamu ga kenal aja ama Mas Niko. Dia punya pacar yang ga mau dia tinggalin. Lagian ngapain juga dia belain ke sini cuma buat berkas aku. Dia punya perusahaan di sini. Paling tadi dia juga lagi ada di sini. Liat kan, dia masih pake jas loh tadi. Rapi banget, kaya emang lagi kerja." "Masa sih dia gitu. Kok aku liatnya beda ya?" "Itu karena kamu liatnya pake kacamata umum. Mas Niko ga umum, Ras. Dia orang aneh!" ucap Andini berusaha meyakinkan Laras. "Oh, ada ya orang aneh kaya gitu," kata Laras sambil manggut-manggut. Andini dan Laras tiba di sebuah restoran yang di sewa sekolahnya untuk mengadakan pertemuan. Mereka berdua masuk bersamaan yang ternyata di sana sudah ada beberapa guru yang datang. Tiba-tiba perasaan Andini tidak tenang. Dia seolah ingat semua ucapan Laras kepadanya tadi. Apa benar, Niko tidak tersinggung dengan dia meninggalkannya begitu saja tadi di sekolah. Padahal Niko sudah berbaik hati mengirimkan barang miliknya. Andini ingin mengirim pesan ke Niko. Tapi dia takut sambutan tidak baik yang akan dia terima nantinya. Sepertinya kejadian semalam masih dia ingat, bagaimana Niko menerima telefonnya, ketus, bahkan sangat ketus. "Ga usah ah, ntar malah ganggu dia kerja," kata Andini meyakinkan diri. *** Niko sedang mengikuti pertemuan penting dengan Pak Jaya, salah satu klien pentingnya. Pikiran Niko sedikit terpecah ke Andini. Bagaimana mungkin gadis itu sampai sekarang tidak menghubunginya. Setidaknya dia seharusnya bertanya apakah Niko sudah sampai di Jakarta dengan selamat. Tapi semua tidak ada. Tidak ada satu pesan pun dari Andini masuk ke ponselnya. Justru Laura lah yang terus menanyakan kabar padanya. Laura yang mengkhawatirkan dan peduli padanya. Laura yang memperhatikannya. "Andini, aku akan buat pernikahan kita kaya neraka buat kamu!!" kata Niko dalam hati. "Pak Niko dari tadi kok diem aja, makanannya ga sesua ya, Pak?" tanya Pak Jaya. "Oh ga kok Pak, enak makanannya. Maaf saya agak sakit gigi tiba-tiba," jawab Niko beralasan. "Oh, biasanya kalo stres ato kecapekan suka gitu, Pak. Suka tiba-tiba gigi ngilu." "Iya kali Pak, saya barusan sampe dari Bandung soalnya." Cling. Suara pesan datang ke ponsel Niko. Niko segera mengambilnya dari saku celananya. "Mas, udah nyampe Jakarta belum? Maaf ya, Andin baru bisa kabarin. Soalnya barusan kelar acaranya. Mas jangan lupa istirahat dan makan. Jarak Bandung Jakarta kan jauh." Sebuah pesan dari Andini masuk. Seketika dinding batu yang dari tadi di bangun Niko untuk membalas gadis itu runtuh. Bagaimana bisa dia merangkai kata sehalus itu. Sopan dan penuh perhatian tanpa kata yang berlebihan. Astaga, gadis apa ini. “Cuek. Ayo bales cuekin dia, Niko!” perintah Niko pada dirinya sendiri, tidak ingin luluh.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN