Pagi itu, matahari baru saja naik, sinarnya menembus celah tirai kamar. Alea sudah lebih dulu bangun meski semalam ia menangis cukup lama. Wajahnya sembab, matanya sedikit bengkak. Ia berusaha menutupi semuanya dengan menyiapkan sarapan sederhana di dapur. Tangannya sibuk mengaduk sup hangat, padahal hatinya masih terasa dingin. Di kamar lain, Kaisar baru keluar dari kamar mandi. Rambutnya masih basah, kemejanya rapi, tapi raut wajahnya tegang. Semalam ia hampir tidak bisa tidur, kata-kata Alea terus menghantui pikirannya. Aku berhak dicintai, bukan disembunyikan. Kalimat itu menusuk lebih dalam daripada apa pun yang pernah ia dengar. Saat turun ke ruang makan, matanya langsung tertuju pada sosok Alea yang sedang menyajikan makanan. Alea tidak menoleh, bahkan pura-pura tidak menyadari