Bab 8. Makan Siang Bersama

1470 Kata
Happy Reading "Assalamualaikum!" Bu Dina mendengar suara salam dan ketukan pintu beberapa kali, akhirnya dia memutuskan untuk membukanya meskipun Kinan awalnya tidak setuju. "Nggak apa-apa, liat dia mau ngapain lagi, Hem?" ujar Bu Dina sebelum keluar dari dalam kamar Kinan dan berjalan menuju pintu rumah. Akhirnya wanita paruh baya itu pun membuka pintunya dan melihat sosok laki-laki yang sudah menjadi kekasih putrinya selama setahun ini. "Bu, maaf pagi-pagi mengganggu. Saya hanya mau menjenguk Kinan, katanya dia sakit, memangnya Kinan sakit apa, bu?" tanya Dimas to the point. Bu Dina menatap Dimas dengan tatapan yang sulit diartikan. Entah ada masalah apa Kinan dan pria ini, hingga sang putri enggan berbalikan lagi. Padahal dia tahu jika Kinan sangat mencintai Dimas, begitupun sebaliknya. "Iya, Kinan sedang sakit. Tapi sekarang dia lagi istirahat. Ibu nggak tega buat bangunin. Nak Dimas, sebenarnya ada masalah apa sama Kinan? Kok kayaknya kalian ada masalah?" tanya Dina. Dimas terkejut dengan pertanyaan dari ibunya Kinan itu. Bagaimana dia menjawabnya, ya? Berarti selama ini Kinan belum menceritakan kebenarannya jika dia telah mengkhianati Kinan. Bu Dina memicingkan matanya. "Apa kamu selingkuh? Ketahuan Kinan dan dia tidak mau kembali lagi sama kamu?" Dimas kali ini lebih syok lagi. Sepertinya Bu Dina ini curiga padanya. Dimas menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba terasa gatal, jadi bagaimana ini, apakah dia akan bicara jujur, tapi konsekuensinya pasti dia akan dimarahi habis-habisan oleh Bu Dina. "Memang betul kami sedang ada masalah, tetapi saya sedang berusaha untuk memperbaiki semuanya dan memperbaiki hubungan kami. Saya sangat mencintai Kinan, Bu. Saya tahu jika pasti akan sulit untuk mendapatkan hati dia kembali, tapi saya sungguh-sungguh menyesal." Setelah mengatakan itu, Dimas berpamitan dan pergi meninggalkan rumah Kinan karena merasa jika ibunya yang dulu begitu mendukung hubungan mereka, kini seperti sudah tidak lagi. *** Valen mendapatkan beberapa informasi tentang Kinan. Wanita itu sudah bekerja di PT Setia Abadi selama tiga tahun. Memiliki kekasih yang bernama Dimas. Tapi sepertinya mereka sudah putus di bar malam itu. Valen sedikit tahu jika Dimas berselingkuh dan ketahuan oleh Kinan. Akhirnya Kinan menerima tawaran kartu kredit berisi 500 juga untuk ditukar dengan kesuciannya. Ah, Valen beruntung sekali bisa menjadi yang pertama untuk Kinan, begitu pun sebaliknya. Rasanya sungguh luar biasa dan dia baru tahu rasa nikmatnya surga dunia. "Aku harus mempersiapkan segalanya," gumam Valen. Setelah itu dia memutuskan untuk pergi makan siang. Ah, apakah dia harus membawakan makan siang untuk Kinan ke rumahnya? Boleh deh, sekarang kan Kinan sedang hamil anaknya dan Valen memutuskan untuk menjaga nutrisi sang anak dan juga ibunya agar tidak kekurangan gizi. "Halo, Damar. Pesankan aku makanan sehat dari restoran bintang 6, beberapa sayuran dan daging." "Baik, Pak." Setelah setengah jam menunggu, Damar datang dengan pesanan yang diminta sang atasan. "Terima kasih, Damar. Aku akan makan siang di rumah kekasihku," ujar Valen tersenyum. Damar sedikit terkejut mendengar ucapan Valen. Kekasih? Kapan Valen memiliki kekasih? Damar yang sudah bekerja dengannya selama bertahun-tahun, dia tidak pernah tahu jika Valen memiliki kekasih, bahkan wanita yang dekat dengan atasannya selama ini hanya Vanessa saja. Tetapi, untuk bertanya lebih, Damar tentu saja tidak berani.l meskipun dia memang sangat penasaran. Akhirnya Valen sampai di depan rumah Kinan, pria itu mengetuk pintu dan berucap salam. Du Dina membuka pintu dan terkejut melihat pria yang kemarin mengantar anaknya pulang. "Selamat siang, Bu. Apa Kinan sedang istirahat?" "Kinan sedang di dapur, ayo masuk." Bu Dina menyuruh Valen masuk dan segera memberitahu Kinan akan kedatangannya. "Valen? Kenapa kamu di sini?" Valen tersenyum dan melihat Kinan yang sepertinya akan makan siang dengan nasi goreng. Pria itu meletakkan paper bag yang dia bawa. "Aku beli beberapa makanan, ayo makan siang bersama." Kinan tentu saja terkejut, Valen datang ingin makan siang dengannya. "Bu, mari makan bersama, saya membawa banyak makanan, semoga kalian suka," ujar Valen pada Bu Dina. "Kenapa harus repot, tadi ibu sudah bikin nasi goreng. Kalian makan saja dulu, ibu masih kenyang," jawab Bu Dina tersenyum. Kemudian dia pergi meninggalkan putrinya dengan pria yang baru dia kenal itu. "Aku ingin makan siang bersamamu, biar kita bisa saling dekat. Ayo makan, aku juga belum makan siang," ujar Valen membuka paper bag nya dan meletakkan beberapa makanan itu di atas meja. Kinan merasa sangat canggung, tetapi ada sedikit kebahagiaan di matanya. Valen ini sepertinya pria yang baik. Mungkin memang mereka harus saling mengenal lebih dekat, bukankah mereka akan menikah? "Terima kasih," ujar Kinan tulus. "Sama-sama," jawab Valen tersenyum. Entah kenapa dia merasa senang bisa makan siang bersama dengan Kinan. Jika dulu dia biasa melakukan ini untuk Vanessa karena wanita itu yang memintanya. Sekarang karena inisiatifnya sendiri dia lakukan. Rasanya berbeda, dia merasa lebih antusias dan senang melihat Kinan yang mengunyah makanannya dengan pelan dan tenang. Keduanya makan sambil mengobrol ringan. Tiba-tiba terdengar suara orang datang. "Kinan! Katanya lu sakit? Gue bawain bakso urat favorit lu!" seru Nabila. Wanita itu masuk ke dapur dan tiba-tiba tubuhnya mematung ketika melihat Kinan bersama dengan seseorang yang sangat dia kenal. "Pak Valen?" cicit Nabila. Valen mengangkat sebelah alisnya. Dia tidak kenal dengan wanita ini, tetapi sepertinya pernah melihat di suatu tempat. "Pak Valen, kenal dengan Kinan?" tanya Nabila kemudian mendekat sambil menyapa Valen. "Pak, saya Nabila. Karyawan Anda di divisi keuangan," ujar Nabila mengenalkan dirinya karena merasa Valen pasti tidak mengenalnya. "Kinan, lu kenal sama Pak Valen?" bisik Nabila. "Iya." "Kamu temannya Kinan?" tanya Valen pada Nabila. "I-iya, Pak," jawab wanita itu gugup. "Aku dan Kinan baru saja selesai makan. Nanti baksonya di makan sore saja. Setelah ini aku akan kembali ke perusahaan," ujar Valen menatap Kinan, kemudian menoleh pada Nabila. "Kamu nggak kerja?" "Eh, ini saya sudah mau kembali ke kantor, pak. Tadi keluar buat beli bakso, katanya Kinan sakit. Jadi saya membawakan makanan kesukaannya," jawab Nabila gugup karena Valen menatapnya dengan tatapan dingin. Tidak tahu saja jika Valen merasa terganggu dengan kedatangan Nabila. "Makasih ya, Bil," ujar Kinan yang melihat Nabila seakan menatapnya dengan tetapan ingin penjelasan, setelah ini tentu saja dia harus mengatakan kepada sahabatnya itu jika dia dan Valen akan segera menikah. Tadi, Valen sudah membahasnya, mereka akan segera menikah dalam waktu dekat dan Kinan tidak bisa menyembunyikan dari Nabila. *** Malam harinya, Kinan mendapatkan banyak pesan dari nomor tidak dikenal. Dia tahu itu dari Dimas yang sepertinya memakai nomor lain untuk menghubunginya. +2345xxx : Beb, maafin aku. Sungguh aku benar-benar tidak pernah menganggap Aruna. Dia yang menggodaku malam itu. Percaya, ya? +2345xxx : Aku benar-benar cinta sama kamu, malam itu aku sedikit mabuk dan khilaf. +2345xxx : Aku akan melamarmu, aku udah bilang ke kedua orang tuaku dan mereka setuju. Nanti kalau kamu sudah sembuh, kita akan datang untuk melamarmu. Kinan meneteskan air mata membaca pesan-pesan itu. Apakah dia harus percaya jika yang dikatakan oleh Dimas itu hanya karena khilaf belaka? Tidak! Dia tidak akan percaya, siang tadi Aruna bahkan sudah mengirimkan bukti-bukti tentang hubungan mereka. Aruna memberikan beberapa foto mesranya bersama Dimas dan Aruna juga mengakuinya jika dia dan Dimas sudah sampai melakukan hubungan badan. Rasanya sakit sekali mendengar hal itu, dia sudah tidak butuh penjelasan apapun lagi terhadap Dimas. Kinan sudah memutuskannya dan memilih menikah dengan Valen. Meksipun sejujurnya, hatinya masih terasa sakit karena pengkhianatan dua orang tersebut, Kinan harus tetap kuat. Jujur, dia begitu mencintai Dimas, dia juga menyayangi Aruna. Tetapi kenapa keduanya malah menusuknya dari belakang? "Hiks, apa salahku pada kalian!" Ponsel Kinan berdering. Dia segera mengusap air mata yang terus mengalir, dia juga mengatai dirinya bodoh karena menangisi laki-laki b******k itu. Kinan mengambil ponselnya dan mengusap layar tersebut. "Halo?" Hening. Sampai satu menit lebih. "Halo, kalau nggak bicara aku tutup!" Suasana hati Kinan sedang buruk. Valen malah menggangunya. Kinan mematikan panggilan itu dan menutup wajahnya dengan bantal. Menangis lagi. Tiba-tiba ponselnya berdering kembali. Kinan mengambil ponsel itu dan sedikit kesal dengan Valen yang menghubunginya lagi. Kalau dia tidak bicara lagi, fiks! Valen memang hanya ingin menggangunya. "Valen! Apa sih maumu!" seru Kinan kini sudah menanggalkan sikap sopan nya. Dia kan lagi sedih, patah hati, tetapi Valen malah tidak mengerti dengan terus mengganggunya. Kalau tidak ada yang ingin diucapkan, mending nggak usah telepon. "Kenapa dimatikan?" tanya Valen di seberang. Kinan tidak menjawab, dia hanya diam saja. Dadanya naik turun mengatur napasnya yang masih terasa sesak. "Maaf, tadi temenku mendekat, jadi aku belum sempat ngobrol sama kamu." Valen tahu pasti Kinan kesal karena tadi dia tidak mengatakan apapun. Sebenarnya dia hanya grogi, sejak sore tadi Valen ingin telepon Kinan, tetapi dia belum berani. Saat sudah telepon, eh malah tidak bisa ngomong. Valen mendengar isakan tertahan di teleponnya. "Kamu kenapa? Nangis?" Kinan mengusap air matanya sembari mengutuk dirinya sendiri yang menjadi lemah seperti ini. Valen merasa tidak enak hati. "Maaf, aku udah ganggu, jangan nangis, ya?" "Aku lagi nggak enak badan, maaf." Sambungan telepon diputus kembali oleh Kinan, dia menggenggam ponselnya dan mulai terisak lagi. Notifikasi pesan muncul. Valen : Aku cuma mau bilang, pendaftaran pernikahan kita Senin depan di KUA. Kamu siapkan berkas-berkas nya. Besok aku akan membawa kedua orang tuaku ke sana." Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN