Bab 7. Dia Kekasihku

1108 Kata
Happy Reading Vanessa menatap layar ponselnya, matanya mengerjab beberapa kali, berusaha untuk memahami apa yang terjadi dengan Valen. Sudah satu jam lebih Vanessa hanya diam duduk di atas ranjang setelah Valen memutuskan panggilannya secara sepihak. Entah kenapa sikap Valen tiba-tiba berubah, padahal menurutnya dia sedang tidak ada masalah dengan sahabatnya itu. Sejak dia menikah dengan Arjuna, Valen memang seakan-akan jaga jarak bahkan sangat sulit untuk dihubungi. Valen hanya mengatakan sibuk saat mereka bertemu beberapa waktu lalu. Itu pun hanya berpapasan di salah satu pusat perbelanjaan. Saat itu, Vanessa melihat Valen jalan bersama adiknya–Vino. Dia langsung menanyakan kepada Valen kenapa tidak pernah membalas pesannya. Valen masih bersikap lembut dan mengatakan jika dia sangat sibuk. "Tapi, sesibuk nya dia, pasti akan kasih kabar. Sekarang dia bahkan cuek banget," gumam wanita itu. Vanessa mencoba menghubungi Valen lagi, entah kenapa dia merasa jika ada yang janggal. Apa Valen sedang ada masalah besar, sehingga dia tidak mau menemuinya? Namun, biasanya sebesar apapun masalah yang dihadapi pria itu, Valen pasti akan cerita. Vanessa tidak tahu saja, sekarang Valen sudah tidak akan memprioritaskan nya lagi. "Kok nomornya tidak aktif?" gumam Vanessa saat berusaha menghubungi nomor Valen. Tiba-tiba hatinya merasa gelisah. Dia tidak mau Valen mengabaikannya. Sangat jarang nomor Valen tidak aktif, kenapa Vanessa merasa jika Valen sengaja mematikan ponselnya. "Nggak! Valen pasti memang ada masalah serius! Bukan karena dia mau menghindariku. Valen sudah bilang sendiri, meskipun aku sudah nikah, persahabatan kita tetap terjalin erat." Vanessa berusaha berpikir positif, dia sangat mengenal Valen dan tahu semuanya tentang pria itu. Jadi, mungkin Valen benar-benar tidak bisa diganggu. "Oke, kali ini aku akan memaklumimu, Valen. Lain kali, aku pasti akan marah kalau kamu tiba-tiba menjauh seperti ini." Masih dengan rasa percaya dirinya. Menganggap jika Valen masih sama seperti Valen yang dulu. Padahal yang sedang dipikirkan oleh Vanessa saat ini malah tengah memikirkan wanita lain. Setelah mengatakan keinginannya pada sang Mami, Valen langsung mencari tahu tentang Kinan dan menyuruh Damar untuk menyelidikinya. "Hemm, sepertinya menyenangkan menyelidiki calon istri yang baru dikenal, aku merasa kalau Kinan itu memang wanita baik-baik," gumam Valen. *** Keesokan harinya. Kinan merasa mual lagi, padahal tadi dia sudah muntah beberapa kali di kamar mandi. Wanita itu langsung berlari menuju kamar mandi yang ada di dekat dapur. Untung saja ibunya belum bangun, jam masih menunjukkan pukul 4 pagi. Semalaman dia tidak bisa tidur. Tubuhnya sakit semua, efek jatuh dari sepeda motor karena menabrak mobil Valen. Meskipun cidera ringan, tetapi tetap saja badannya sakit. Kinan segera mengambil obatnya yang sudah diresepkan oleh dokter dan meminumnya. Dia minum di kamar, takut ketahuan ibunya kalau dia minum obat pereda nyeri, tidak lupa dia juga minum asam folat dan vitamin untuk menjaga kondisi janinnya. Janin? Kinan mengelus perutnya yang masih datar, dia tidak menyangka jika di dalamnya sudah ada kehidupan lain. Matanya pun memanas, Kinan menangis lagi. Tubuhnya bergetar hebat karena merasa bersalah, pada sang ibu dan Tuhan. Kinan tahu dia khilaf, tetapi semuanya itu demi kesembuhan sang ibu dan membuatnya harus memberikan kesuciannya demi uang 500 juta. Ayahnya sudah meninggal saat dia masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Dulu ibunya jualan sayur sebelum ibunya jatuh sakit demi bisa menyekolahkannya dan dua adiknya. Tetapi, saat awal masuk kuliah, sang ibu sudah tidak bisa jualan lagi. Kondisinya semakin lemah dan hal itu membuat Kinan harus kerja paruh waktu demi bisa mendapatkan uang. Untung saja kedua adiknya cerdas, mereka bersekolah dengan beasiswa. Karel dan Kiano sekarang sedang menempuh pendidikan di luar kota dan mereka ingin bisa membantu meringankan beban kakaknya. Tiba-tiba sebuah pesan masuk di ponselnya. Kinan melihat nama "Valen" yang mengirimnya. Valen : Tidak usah kerja dulu, kamu istirahat aja. Aku akan izinkan pada atasanmu. Kinan mengerutkan keningnya, apakah Valen akan minta izin pada Pak Dadang? Kepala manager pemasaran perusahaan PT Setia Abadi. Pak Dadang adalah atasannya langsung. Kinan : Tapi aku udah izin kemarin, nggak enak kalau harus izin terus. Memangnya kamu kenal pak Dadang? Pesan balasan langsung datang. Valen : Nurut aja, atau kamu mau aku bilang ke ibumu kalau kamu sedang hamil? Mata Kinan membola membaca pesan itu. Kinan : Jangan! Kamu janji nggak akan bilang ke siapa-siapa! Valen : kalau gitu harus nurut. Aku akan izinkan langsung sama Surya Abadi. CEO perusahaan kamu. Di sisi Valen. Pria itu langsung menghubungi Surya Abadi. Pria yang usianya lebih tua darinya. Tetapi Valen tentu saja mengenal dengan baik CEO Kinan. Kemarin Kinan telah menyebutkan di mana dia bekerja. PT Setia Abadi, perusahaan yang bekerja sama dengan Xanders Grup. "Halo, Valen? Ini baru jam 4 subuh. Ada apa kamu menghubungiku?" "Mas Surya, aku mau minta izin." "Minta izin? Kenapa? Memangnya aku pamanmu sampai minta izin segala, hahaha!" "Bukan aku, aku mau minta izin atas nama Kinan Laila Zalfa, salah satu karyawanmu. Dia sedang sakit dan tidak bisa masuk dalam beberapa hari." Hening sesaat. "Kinan dari divisi pemasaran?" tanya Surya sedikit terkejut. "Iya, sepertinya." "Kok kamu kenal Kinan?" tanya Surya penasaran. "Kamu juga tahu dia? Biasanya seorang CEO jarang yang kenal sama bawahannya, apalagi cuma staff biasa." Valen sedikit mengejek. Entah kenapa dia jadi penasaran dengan kehidupan Kinan. Seorang Surya Abadi yang terkenal dingin dengan wanita, kenal seorang Kinan? "Kamu malah balik tanya. Dia bawahannya Dadang, bagian divisi pemasaran. Kinan itu cerdas, pekerjaan bagus. Sering dapat nilai plus dari beberapa direktur karena pekerjaannya. Ya wajarlah aku tahu." Sepertinya Surya tidak suka jika Valen mengejeknya, dia mengatakan jika Kinan adalah karyawan yang cukup teladan di perusahaannya. "Oke, kalau gitu aku matiin dulu. Kinan lagi sakit dan izin paling tidak 3 hari." "Memangnya sakit apa? Kinan jarang sakit?" "Ya pokoknya sakit. Aku tutup dulu, ya?" "Eh, eh tunggu dulu. Kenapa kamu yang harus mengizinkan Kinan? Kalian saling kenal? Ah, sepertinya sudah kenal dekat, sampai-sampai Kinan harus memintamu untuk mengizinkan?" "Ya, dia adalah kekasihku!" *** Kinan masih berbaring di ranjang. Dia tidak bisa bergerak leluasa karena tubuhnya sakit sekali. Sebuah ketukan pintu terdengar. "Masuk, Bu. Nggak dikunci." Pintu pun terbuka, terlihat ibunya berjalan masuk sambil membawa segelas s**u. "Kamu beneran sakit, kan? Apa kata dokter? Tadi ibu dengar kamu muntah-muntah?" Kinan mengalihkan pandangannya pada sang ibu, ternyata ibunya tahu saat tadi dia muntah di kamar mandi. Padahal Kinan berharap jika ibunya masih tidur. "Kata dokter, Kinan masuk angin. Harus istirahat sampai sembuh. Ibu mau sarapan apa? Nanti Kinan belikan online saja, ya?" Bu Dina menatap sang putri yang memang terlihat pucat, rasa khawatir terlihat jelas di matanya. "Iya, kamu nggak usah masak. Pesan online saja, sekarang mending istirahat." Untung sang ibu tidak curiga, Kinan mengelus perutnya lagi. Dia hanya berharap jika kehadirannya akan menjadi berkah meskipun datang dengan cara yang salah. "Assalamualaikum!" terdengar suara salam dan gedoran pintu. "Itu seperti suara Dimas?" ujar Bu Dina. "Aku nggak mau ketemu dia, Bu." Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN