Cahaya matahari pagi menyelinap lewat celah tirai jendela, membentuk garis-garis tipis ke dinding kamar rawat inap. Udara terasa dingin, tapi tidak sebeku detak jantung Cantika saat perlahan-lahan membuka mata dan menyadari satu hal yaitu tubuhnya terperangkap dalam pelukan Ezra. Lebih tepatnya—ia sedang berada di dalam pelukan Ezra, yang masih tertidur dengan satu lengan terlilit di pinggangnya, dan wajah lelaki itu bersandar dekat lehernya. Nafas hangat Ezra menggelitik kulitnya, sementara jari-jari tangannya yang kekar tergeletak tenang di atas perut Cantika. Beberapa detik, Cantika hanya menatap langit-langit, mencoba memahami posisi ini—dan menyadari fakta bahwa ia merasa nyaman. “Astaga,” gumamnya pelan. Ezra menggeliat kecil, lalu membuka matanya perlahan. “Pagi juga…,” gumam pr

