Mobil Ezra melaju perlahan di jalanan Jakarta yang mulai sepi selepas tengah malam. Gemerlap lampu jalan memantul di kaca jendela, mengiringi keheningan yang menggantung di antara mereka. Cantika duduk bersandar di kursinya menatap keluar jendela, merenungi apa yang terjadi di reuni barusan. Sementara Ezra menyetir dengan tatapan sesekali melirik ke arah Cantika—seakan memastikan bahwa apa yang baru saja terjadi di ballroom Aracadia bukan ilusi belaka. “Kamu kenapa diem aja?” tanya Cantika lembut. Suaranya mengisi keheningan kabin mobil. Ezra menelan ludah, bibirnya bergerak pelan. “Aku lagi mikir… apa ini beneran?” Cantika mengerutkan kening. “Maksud kamu?” Ezra menghela napas pelan. Ia menghentikan laju kendaraan di halaman rumah Cantika, di bawah cahaya lampu taman yang temaram. M

